BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Krisis global adalah salah satu dilema yang sedang dihadapi Indonesia sejak
dahulu hingga sekarang. Dan ini adalah dinamika kehidupan ekonomi yang tidak
tetap perubahannya. Kadang sistem ekonomi dunia naik, kadang sistem ekonomi
dunia merosot drastis. Ini menyebabkan gejolak besar bagi kehidupan ekonomi
seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Akibat langsungnya adalah meledaknya
harga kebutuhan pokok di Indonesia. Yang mana sebelumnya saja sudah menjepit dompet
masyarakat dan kini semakin menekan sektor-sektor usaha yang menyediakan
kebutuhan tersebut. Misalnya: Petani yang menyediakan sayur mayur kini
kesulitan dalam mencari pupuk yang murah, padi menjadi kurang subur dan pasokan
yang terbatas membuat harga beras melonjak. Ini adalah satu dari ribuan keluhan
masyarakat dalam merasakan dampak buruk dari krisis global ini. Sehingga tema
“Krisis Ekonomi Global” ini sangat cocok untuk menjadi bahan diskusi bagi
mahasiswa karena mahasiswa juga mengalami dilema ini dalam hidupnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
RESESI
Dalam
ekonomi makro, Resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun
atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau
lebih dalam satu tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan
pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan
keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga
(deflasi), atau kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi)
dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi.
Resesi
ekonomi yang berlangsung lama disebut “Depresi Ekonomi”. Penurunan drastis
tingkat ekonomi (biasanya akibat depresi parah, atau akibat hiperinflasi)
disebut kebangkrutan ekonomi (economy collapse). Kolumnis Sidney J.Harris
membedakan istilah-istilah atas dengan cara ini: “sebuah resesi adalah ketika tetanggamu
kehilangan pekerjaan, depresi adalah ketika kamu yang kehilangan pekerjaan.”
Tidak
ada yang menyangka bahwa krisis kredit macet perumahan (Subprime Mortgage) di
Amerika Serikat (AS) membawa dampak pada perekonomian yang berlanjut sampai
sekarang. Pada dasarnya, krisis kredit macet perumahan berawal dari sikap
perbankan yang sangat gencar menyalurkan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
Namun,
saking gencarnya, perbankan tidak lagi memperhatikan kemampuan membayar kembali
(repayment) konsumen dalam penyaluran kreditnya. Padahal, sebenarnya banyak
konsumen KPR yang tidak layak menerima kredit karena terganjal oleh asas
prudensial perbankan, baik menyangkut kemampuan finansial maupun rekam jejak
konsumen yang buruk. Perbankan hanya memperhitungkan banyaknya konsumen yang
bisa dikucuri kredit, sebab tinggi rendahnya jumlah konsumen dan transaksi
menjadi batu loncatan untuk meraup keuntungan di pasar sekuritas. Nantinya-pun,
surat perjanjian kredit rumah (hipotek) akan digunakan oleh bank sebagai
jaminan untuk menerbitkan dan memperdagangkan sekuritas di pasar sebagai
instrumen investasi.
Jumlah
penyaluran KPR di AS sangatlah fantastis dan meningkat dari tahun ke tahun.
Dari hanya USD 200 miliar pada 2001 menjadi USD 600 miliar pada 2005.
Akibatnya, saat terjadi kredit macet secara besar-besaran, perbankan mengalami
krisis likuiditas. Sejumlah bank besar merugi karena likuiditas yang berjumlah
besar tidak kembali dan investor di pasar sekuriti mengalami kerugian besar
dengan jatuhnya harga sekuriti. Sehingga tidak hanya sekitar 6 juta penduduk AS
yang terancam kehilangan rumah, tapi juga investor dan perbankan yang sudah
pasti mengalami kerugian.
Untuk
mengatasi kerugian ini bank menaikkan suku bunga pengembalian kreditnya, hal
ini tentunya berpengaruh pada kelompok yang dirugikan sebagai akibat tidak
langsung dari perbankan. Kelompok ini ialah masyarakat umum yang membeli
barang-barang produksi dari pinjaman uang bank sebagai kelompok ke-3. Kenapa?
Sebabnya
ialah karena peminjam uang bank itu terpaksa menaikkan harga unit produksinya
sebesar bunga uang yang harus dibayar kepada bank. Sekiranya kenaikan harga itu
tidak dilakukan maka pembayaran bunga uang bank tidak mungkin
terpenuhi.Akibatnya rakyat umum terpaksa membeli barang-barang lebih mahal, dan
hal ini menimbulkan inflasi tak terkendali, juga disebut resesi ekonomi waktu
mana biasanya pemerintah melakukan tindakan moneter yang nyatanya merugikam
mayoritas penduduk. Tindakan moneter demikian perlu terlaksana agar roda
pemerintahan negara berjalan terus.
Tampaknya,
fenomena tersebut yang menjadi penyebab resesi ekonomi AS. Namun, tentu tidak
menafikan pengeluaran besar-besaran pemerintah AS dalam perang Irak yang
memperbesar defisit anggaran sebagai penyebab resesi. Dalam kalkulasi ekonom
Stiglitz, perang Irak telah menghabiskan biaya sebesar USD 3 triliun. Angka
yang fantastis. Padahal, dana sejumlah ini bisa digunakan untuk menstimulus
perekonomian AS, bila sewaktu-waktu mengalami perlambatan ekonomi seperti
sekarang.
Perang
Irak pula yang menjadi salah satu pemicu melonjaknya harga minyak mentah dunia
yang sempat mencapai 100 dolar AS per barel. Lonjakan harga ini telah membawa bencana
ekonomi luar biasa bagi perekonomian dunia, khususnya pada negara-negara net
importer. Amerika sebagai konsumen minyak bumi terbesar dunia dan dominan,
punya bargaining position untuk menentukan harga pasar. Jadi keadaan ekonomi
amerika sangat berpengaruh terhadap penentuan harga pasaran minyak dunia. Resesi
ekonomi nampaknya sudah tak terbendung lagi, karena situasi serupa juga dialami
negara-negara besar lainnya di Eropa dan Asia.
DAMPAK RESESI DI AMERIKA
Amerika
Serikat (AS) ialah negara terbesar ekonominya di dunia. AS juga menghasilkan
sekitar 28 % dari total pendapatan dunia. Ekspor AS diperhitungkan mengambil
porsi sekitar 10 % dari total ekspor dunia, dan impornya sekitar 16 % dari
total impor dunia. Dengan kata lain, jika ekspor-impor AS merosot, maka
ekspor-impor dunia pun akan terganggu. AS menguasai lebih dari seperempat daya
beli dunia. Jadi ketika daya beli masyarakat AS, yang porsinya 28 % turun
akibat resesi, maka banyak negara lain akan ikut menanggung dampak resesi yang
terjadi dinegara itu.
Adapun
negara mitra dagang (ekspor-impor) AS yang paling menonjol ialah Kanada,
Meksiko, Jepang, China, Inggris dan Jerman. Negara-negara mitra utama AS
tersebut merupakan negara yang menghasilkan PDB lebih dari seperempat produksi
dunia. Artinya, kalau digabung dengan ekonomi AS, maka hampir dua pertiga
ekonomi dunia terancam resesi AS. Dilihat secara umum, kondisi perekonomian
Amerika Serikat sangat penting bagi banyak perusahaan besar karena Amerika
adalah salah satu pasar ekspor terbesar dunia. Melesunya permintaan kemungkinan
besar akan mempengaruhi pertumbuhan keuntungan perusahaan, dan mendorong harga
saham semakin turun, kata para pengamat pasar. Impor AS berkurang, karena
konsumsi masyarakat berkurang. Sehingga pendapatan negara-negara eksportir ke
AS, juga akan berkurang. Padahal pendapatan ekspor merupakan salah satu
komponen pertumbuhan ekonomi.
Negara
selain AS, termasuk Indonesia hanya bisa menghindari atau mengurangi dampak
negatif pada perekonomiannya dan sama sekali tidak bisa mengobati resesi
tersebut. Bila resesi berkepanjangan niscaya membuat ekonomi dunia ikut resesi.
Jatuhnya nilai dolar AS akan mengakibatkan lambannya perekonomian yang membuat
ekspor negara-negara Eropa turun.
Di sisi
lain perekonomian Jepang masih tersokong karena ekspornya ke Cina. Didalam
negaranya sendiri, banyak warga Amerika yang menjadi kesulitan membayar cicilan
kredit perumahan yang kini naik. Pada saat yang sama, sejumlah bank baik di
Amerika maupun di Negara lain menjadi lebih hati-hati dalam memberikan kredit
pinjaman karena mereka telah kehilangan miliaran dollar pada investasi yang
terkait dengan pasar perumahan dan kredit perumahan. Penurunan yang drastis
dialami bursa efek Cina, Filipina, India, Korea Selatan dan Taiwan. Hal ini
juga mengakibatkan mahalnya komoditi pangan di sebagian besar Negara-negara
dunia, Mahalnya harga makanan akan maenyebabkan krisis pangan. Sekitar 6,3
miliar penduduk dunia dihadapkan pada persoalan ketahanan pangan, dari jumlah
itu 800 juta orang yang didominasi anak-anak tidak bisa tidur nyenyak karena
kurang makan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa resesi yang menimpa
AS akan berpengaruh luas terhadap ekonomi dunia.
B. PENGERTIAN KRISIS EKONOMI GLOBAL
Amerika
Serikat (AS) ialah negara terbesar ekonominya di dunia. AS juga menghasilkan
sekitar 28 % dari total pendapatan dunia. Ekspor AS diperhitungkan mengambil
porsi sekitar 10 % dari total ekspor dunia, dan impornya sekitar 16 % dari
total impor dunia. Dengan kata lain, jika ekspor-impor AS merosot, maka
ekspor-impor dunia pun akan terganggu. AS menguasai lebih dari seperempat daya
beli dunia. Jadi ketika daya beli masyarakat AS, yang porsinya 28 % turun
akibat resesi, maka banyak negara lain akan ikut menanggung dampak resesi yang
terjadi dinegara itu.
Krisis ekonomi Global merupakan peristiwa di mana seluruh sektor
ekonomi pasar dunia mengalami keruntuhan dan mempengaruhi sektor lainnya di
seluruh dunia. Ini dapat kita lihat bahwa negara adidaya yang memegang kendali
ekonomi pasar dunia yang mengalami keruntuhan besar dari sektor ekonominya.
Bencana pasar keuangan akibat rontoknya perusahaan keuangan dan bank-bank besar
di Negeri Paman Sam satu per satu, tinggal menunggu waktu saja. Bangkrutnya
Lehman Brothers langsung mengguncang bursa saham di seluruh dunia. Bursa saham
di kawasan Asia seperti di Jepang, Hongkong, China, Asutralia, Singapura,
India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami penurunan drastis 7 sd 10 persen.
Termasuk bursa saham di kawasan Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan
Amerika Utara. Tak terkecuali di AS sendiri, Para investor di Bursa Wall Street
mengalami kerugian besar.
C.
AKIBAT TERJADINYA KRISIS EKONOMI
GLOBAL
Akibat Krisis Ekonomi Global Bagi
Luar Negeri
Pada tahun 1907 krisis perbankan Internasional dimulai di
New York, setelah beberapa dekade sebelumnya yakni mulai tahun 1860-1921
terjadi peningkatan hebat jumlah bank di Amerika sampai dengan 19 kali lipat.
Selanjutnya, tahun 1920 terjadi depresi ekonomi di Jepang. Kemudian pada tahun
1922 – 1923 German mengalami krisis dengan hyperinflasi yang tinggi. Karena
takut mata uang menurun nilainya, gaji dibayar sampai dua kali dalam sehari.
Selanjutnya, pada tahun 1927 krisis keuangan melanda Jepang (37 Bank tutup), akibat
krisis yang terjadi pada bank-bank Taiwan. Pada tahun 1929 – 1930 The Great
Crash (di pasar modal NY) & Great Depression (Kegagalan Perbankan), di US
hingga net national product-nya terbangkas lebih dari setengahnya. Selanjutnya,
pada tahun 1931 Austria mengalami krisis perbankan, akibatnya kejatuhan
perbankan di German, yang kemudian mengakibatkan berfluktuasinya mata uang
internasional. Hal ini membuat UK meninggalkan standard emas. Kemudian1944 – 1966
Prancis mengalami hyperinflasi akibat dari kebijakan yang mulai meliberalkan
perekonomiannya. Berikutnya, pada tahun 1944 – 1946 Hungaria mengalami hyper
inflasi dan krisis moneter. Ini merupakan krisis terburuk eropa. Note issues
Hungaria meningkat dari 12000 million (11 digits) hingga 27 digits.
Pada tahun 1945 – 1948 Jerman mengalami hyperinflasi akibat
perang dunia kedua. Selanjutnya tahun 1945 – 1955 Krisis Perbankan di Nigeria
Akibat pertumbuhan bank yang tidak teregulasi dengan baik pada tahun 1945. Pada
saat yang sama, Perancis mengalami hyperinflasi sejak tahun 1944 sampai 1966.
Pada tahun (1950-1972) ekonomi dunia terasa lebih stabil sementara, karena pada
periode ini tidak terjadi krisis untuk masa tertentu. Hal ini disebabkan karena
Bretton Woods Agreements, yang mengeluarkan regulasi di sektor moneter relatif
lebih ketat (Fixed Exchange Rate Regime). Disamping itu IMF memainkan perannya
dalam mengatasi anomali-anomali keuangan di dunia. Jadi regulasi khususnya di
perbankan dan umumnya di sektor keuangan, serta penerapan rezim nilai tukar
yang stabil membuat sektor keuangan dunia (untuk sementara) "tenang".
Namun ketika tahun 1971 Kesepakatan Breton Woods runtuh (collapsed). Pada
hakikatnya perjanjian ini runtuh akibat sistem dengan mekanisme bunganya tak
dapat dibendung untuk tetap mempertahankan rezim nilai tukar yang fixed
exchange rate. Selanjutnya pada tahun 1971-1973 terjadi kesepakatan Smithsonian
(di mana saat itu nilai 1 Ons emas = 38 USD). Pada fase ini dicoba untuk
menenangkan kembali sektor keuangan dengan perjanjian baru. Namun hanya
bertahan 2-3 tahun saja. Pada tahun 1973 Amerika meninggalkan standar emas.
Akibat hukum "uang buruk (foreign exchange) menggantikan uang bagus
(dollar yang di-back-up dengan emas)-(Gresham Law)". Pada tahun 1973 dan
sesudahnya mengglobalnya aktifitas spekulasi sebagai dinamika baru di pasar
moneter konvensional akibat penerapan floating exchange rate sistem. Periode
Spekulasi; di pasar modal, uang, obligasi dan derivative. Maka tak aneh jika
pada tahun 1973 – 1874 krisis perbankan kedua di Inggris, akibat Bank of
England meningkatkan kompetisi pada supply of credit.
Pada tahun 1974 Krisis pada Eurodollar Market; akibat west
German Bankhaus ID Herstatt gagal mengantisipasi international crisis.
Selanjutnya tahun 1978-1980 Deep recession di negara-negara industri akibat
boikot minyak oleh OPEC, yang kemudian membuat melambung tingginya interest
rate negara-negara industri. Selanjutnya sejarah mencatat bahwa pada tahun 1980
krisis dunia ketiga, banyaknya hutang dari negara dunia ketiga disebabkan oleh
oil booming pada th 1974, tapi ketika negara maju meningkatkan interest rate
untuk menekan inflasi, hutang negara ketiga meningkat melebihi kemampuan
bayarnya. Pada tahun 1980 itulah terjadi krisis hutang di Polandia, akibat
terpengaruh dampak negatif dari krisis hutang dunia ketiga. Banyak bank di
Eropa Barat yang menarik dananya dari bank di Eropa Timur. Pada saat yang
hampir bersamaan yakni di tahun 1982 terjadi krisis hutang di Mexico,
disebabkan outflow kapital yang massive ke US, kemudian di-treatments dengan
hutang dari US, IMF, BIS. Krisis ini juga menarik Argentina, Brazil dan
Venezuela untuk masuk dalam lingkaran krisis.
Perkembangan berikutnya, pada tahun 1987 The Great Crash
(Stock Exchange), 16 Oct 1987 di pasar modal US & UK. Mengakibatkan
otoritas moneter dunia meningkatkan money supply. Selanjutnya pada tahun 1994 terjadi
krisis keuangan di Mexico, kembali akibat kebijakan finansial yang tidak tepat.
Pada tahun 1997-2002 krisis keuangan melanda Asia Tenggara, krisis yang dimulai
di Thailand, Malaysia kemudian Indonesia, akibat kebijakan hutang yang tidak
transparan. Krisis Keuangan di Korea, memiliki sebab yang sama dengan Asteng.
Kemudian, pada tahun 1998 terjadi krisis keuangan di Rusia,
dengan jatuhnya nilai Rubel Rusia (akibat spekulasi) Selanjutnya krisis
keuangan melanda Brazil di tahun 1998. Pada saat yang hampir bersamaan krisis
keuangan melanda Argentina di tahun 1999. Terakhir, pada tahun 2007 hingga saat
ini, krisis keuangan melanda Amerika Serikat. Dari data dan fakta historis
tersebut terlihat bahwa dunia tidak pernah sepi dari krisis yang sangat membayakan
kehidupan ekonomi umat manusia di muka bumi ini.
Akibat Krisis Ekonomi Global Bagi Dalam Negeri
Resesi ekonomi yang kini melanda AS, juga gejolak keuangan
di beberapa belahan dunia, tak boleh dipandang remeh. Pemerintah harus waspada
dan antisipatif, karena resesi ekonomi AS kemungkinan semakin parah sehingga
bisa berdampak hebat terhadap kehidupan ekonomi di dalam negeri. Di sisi lain,
sektor keuangan di beberapa belahan dunia yang lain kini juga bergejolak dan
potensial berimbas ke mana-mana, termasuk ke Indonesia.
Eropa Timur dan Amerika Latin sebenarnya pernah mengalami
krisis ekonomi dan keuangan. Namun, saat itu krisis tersebut lebih karena
pengaruh pergolakan politik di masing-masing negara. Tapi kini krisis ekonomi
di kedua kawasan amat potensial karena bubble di sektor keuangan sudah amat
berlebihan. Artinya, bubble tersebut hampir pasti segera pecah. Celakanya,
kalau negara-negara berkembang yang terkena krisis ekonomi, lembaga-lembaga
keuangan internasional cenderung lepas tangan. Akibatnya, krisis yang terjadi
bisa sangat parah dan potensial mengimbas ke wilayah lain.
Warung-warung di pelosok Jakarta kini bertumbangan ke jurang
kebangkrutan. Itu sebagai bukti bahwa rakyat kebanyakan sudah tak berbelanja
lagi. Sementara lapisan atas justru berbelanja keperluan sehari-hari ke
pasar-pasar modern milik pengusaha besar. Ini menyebabkan kepailitan raksasa
bagi dunia bisnis. Saat ini dampak resesi ekonomi global
yang paling dirasakan adalah pada masyarakat menengah ke atas, terlebih mereka
yang bermain saham, valuta asing dan investasi emas.
Dari pantauan media di sejumlah pasar di tanah air, sejak
BEJ melakukan suspend pada Jum’at (10/10) kemarin, harga bahan-bahan pangan
mulai merangkak naik. Jika sudah begini, masyarakat bawah yang paling merasakan
dampaknya. Walau beberapa kebutuhan pokok, seperti harga beras masih bertahan
yakni untuk jenis IR 64 berkisar; Rp 6.000/kg, beras kuku balam super; Rp
7.000/ kg, minyak goreng; Rp 8.000/kg dan gula pasir Rp 6.000/kg relatif
stabil. Demikian juga dengah harga ayam kampung yang tetap di harga Rp 40.000/kg
dan telur bebek Rp 1.300 – Rp 1.400 per butir. Namun, tak ada jaminan
harga-harga kebutuhan pokok ini tidak akan merangkak naik.
Sedangkan harga bahan pangan lainnya seperti daging lembu
yang sempat bertengger di posisi Rp 60.000 – Rp 65.000/kg, turun menjadi Rp 45.000/kg.
Sedangkan harga-harga yang mulai naik, antara lain: ayam potong yang beberapa
waktu lalu Rp22.000/kg, kini menjadi Rp 25.000/kg. Telur ayam potong yang
kemarin sempat Rp 800 – Rp 850/butir, kini naik, Rp 2.000/butir. Harga sayur
mayur seperti cabai merah Rp 20.000/kg, naik menjadi Rp 30.000/kg. Adapun
bawang merah Rp 9.000 naik menjadi Rp 10.000/kg; tomat naik ke posisi Rp 6.000
per kg dari Rp 5.000/kg.
Selain itu, kenaikan harga bahan baku di sektor properti
akibat pengaruh krisis ekonomi global, sangat mungkin terjadi. Seperti di kutip
dari Antara.co.id, Wakil Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah,
Adib Adjiputra, di Solo, beberapa waktu lalu mengatakan, harga bahan baku yang
diproduksi di dalam negeri maupun luar negeri, berpotensi terpengaruh oleh
krisis ekonomi ini. Harga bahan baku seperti besi, keramik, semen dan sejumlah
aksesori rumah lainnya yang berasal dari industri manufaktur, kata dia, sangat
rentan mengalami kenaikan.
Kenaikan bahan baku akibat dampak krisis ekonomi ini akan
semakin menyulitkan sektor properti, setelah sebelumnya juga diterpa kenaikan
harga bahan baku akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Pada sektor properti
ini, tipe rumah kelas menengah ke atas yang akan paling besar terkena dampak
terjadinya krisis ekonomi ini. Kenaikan tingkat suku bunga pasti akan
mengikutinya. Sehingga harga cicilan rumah perbulannya akan naik. Sedangkan
untuk rumah kelas menengah ke bawah sedikit tidak berpengaruh karena sebagian
sudah disubsidi pemerintah.
Presiden
menegaskan 10 langkah yang harus ditempuh semua pihak untuk menghadapi krisis
keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS), sehingga tidak berdampak buruk
terhadap pembangunan nasional.
-
Pertama, Presiden mengajak semua
pihak dalam menghadapi krisis global harus terus memupuk rasa optimisme dan
saling bekerjasama sehingga bisa tetap menjagar kepercayaan masyarakat.
-
Kedua, pertumbuhan ekonomi sebesar
6% harus terus dipertahankan antara lain dengan terus mencari peluang ekspor
dan investasi serta mengembangkan perekonomian domestik.
-
Ketiga adalah optimalisasi APBN 2009
untuk terus memacu pertumbuhan dengan tetap memperhatikan `social safety net`
dengan sejumlah hal yang harus diperhatikan yaitu infrastruktur, alokasi
penanganan kemiskinan, ketersediaan listrik serta pangan dan BBM. Untuk itu
perlu dilakukan efisiensi penggunaan anggaran APBN maupun APBD khususnya untuk
peruntukan konsumtif.
-
Keempat, ajakan pada kalangan dunia
usaha untuk tetap mendorong sektor riil dapat bergerak. Bila itu dapat
dilakukan maka pajak dan penerimaan negara bisa terjaga dan juga tenaga kerja
dapat terjaga. Sementara Bank Indonesia dan perbankan nasional harus membangun
sistem agar kredit bisa mendorong sektor riil. Di samping itu, masih menurut
Kepala Negara, pemerintah akan menjalankan kewajibannya untuk memberikan
insentif dan kemudahan secara proporsional.
-
Kelima, semua pihak lebih kreatif
menangkap peluang di masa krisis antara lain dengan mengembangkan pasar di
negara-negara tetangga di kawasan Asia yang tidak secara langsung terkena
pengaruh krisis keuangan AS.
-
Keenam, menggalakkan kembali
penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan bertambah kuat.
-
Ketujuh, perlunya penguatan
kerjasama lintas sektor antara pemerintah, Bank Indonesia, dunia perbankan
serta sektor swasta.
-
Kedelapan, semua kalangan diharapkan
untuk menghindari sikap ego-sentris dan memandang remeh masalah yang dihadapi.
-
Kesembilan, mengingat tahun 2009
merupakan tahun politik dan tahun pemilu, kaitannya dengan upaya menghadapi
krisis keuangan AS adalah memiliki pandangan politik yang non partisan, serta
mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan maupun pribadi
termasuk dalam kebijakan-kebijakan politik.
-
Kesepuluh, Presiden meminta semua
pihak melakukan komunikasi yang tepat dan baik pada masyarakat. Tak hanya
pemerintah dan kalangan pengusaha, serta perbankan, Kepala Negara juga
memandang peran pers dalam hal ini sangat penting karena memiliki akses
informasi pada masyarakat.
E.
STRATEGI
MENGHADAPI KRISIS dengan KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Negara-negara maju mengembangkan
strategi pembangunan untuk mengatasi krisis yang tidak hanya berdampak jangka
pendek tetapi juga merupakan strategi yang merupakan ”turning point” dari
strategi pembangunan yang lama. Presiden Obama, menggunakan program stimulus
pemerintah untuk mendorong berkembangnya ”renewable energy” dengan
mengurangi secara signifikan impor fosil fuel dari Timur Tengah. Pemerintah
Korea Selatan meluncurkan program penciptaan lapangan kerja baru dengan
stimulus ekonomi sebesar 43 triliun won atau setara USD 32,7 milyar selama
empat tahun, yang merupakan paket stimulus tambahan yang diluncurkan sebelumnya
sebesar 33 triliun Won berupa fasilitas pemotongan pajak. Program ini dikenal
sebagai ”green projects” yang merupakan program penciptaan
satu juta lapangan kerja baru, terutama pada proyek-proyek lingkungan hidup,
seperti konstruksi banunan kantor dan apartemen yang efisien dalam konsumsi
energi, pengembangan empat sungai utama, pengembangan otomobil yang ramah
lingkungan. Menurut Menteri keuangan Korea, melalui pengembangan inovasi
teknologi dan investasi, Korea Selatan akan mampu mengembangkan pasar dan
produk baru untuk masa depan, sehingga akan terjamin pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja yang berkesinambungan.
Cina mengembangkan program meningkatkan
permintaan domestik , penciptaan lapangan kerja, penurunan biaya distribusi dan
meningkatkan kualitas produk dan ketersediaan barang di sektor retail
pedesaan.Menteri perdagangan Cina menyatakan bahwa, pemerintah akan
mengembangkan 150.000 toko pengecer di seluruh pedesaan Cina, dengan menawarkan
masyarakat pedesaan akses yang lebih mudah untuk mendapatkan barang konsumsi.
Pengembangan gerai eceran tersebut, akan menciptakan 775.000 lapangan kerja
baru di pedesaan. Disamping itu pemerintah Cina juga menyediakan subsidi untuk
petani agar mampu membeli peralatan elektrik seperti telepon genggam,mesin cuci
dan komputer. Sudah menjadi tuntutan Indonesia juga harus menggunakan momentum
krisis keuangan dunia ini, untuk melakukan ”turning point” konsep
pembangunan. Pertama, harus disadari bahwa ekonomi liberal, yang mengandalkan
mekanisme pasar sudah gagal bekerja, sehingga perlu keterlibatan pemerintah
yang lebih jauh dalam mengatur perdagangan dan industri yang memihak kepada
industri dalam negeri. Kedua spemerintah harus menerapkan ”blanket
guarantee” untuk perbankan nasional, sehingga perbankan lebih
mempunyai keberanian untuk melakukan ekspansi kredit. Ketiga, pemerintah
membrikan kelonggaran pajak yang lebih progressif untuk menarik investasi,
bahkan sampai ke ”tax holiday”. Keempat, meyiapkan program
pengembangan daerah, yang memanfaatkan teknologi berkelanjutan (sustainable
technology) seperti energi terbarukan (renewable energy) dan
bioteknologi(biotechnology).Kelima, meningkatkan bantuan Program
Nasional Pengembangan Masyarakat mandiri (PNPM), dengan memberi toleransi
defisit APBN-P mencapai 3,5% PDB.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah
membaca makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa:
a.
Krisis
ekonomi Global merupakan peristiwa di mana seluruh sektor ekonomi pasar dunia
mengalami keruntuhan dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia
b. Krisis ekonomi Global terjadi karena
permasalahan ekonomi pasar di sluruh dunia yang tidak dapat dielakkan karena
kebangkrutan maupun adanya situasi ekonomi yang carut marut.
c.
Sektor
yang terkena imbasan Krisis Ekonomi Global adalah seluruh sektor bidang
kehidupan. Namun yang paling tampak gejalanya adalah sektor bidang ekonomi dari
terkecil hingga yang terbesar.
d. Cara mengatasi permasalah Krisis
ekonomi bagi masyarakat adalah lebih selektif dalam memenuhi kebutuhan dan
bersikap kooperatif bersama pemerintah dan sebaliknya dari pemerintah untuk
lebih sigap dalam situasi masyarakat.
e.
Sebagai
mahasiswa kita harus kritis dan menanggapi dengan cepat permasalahan kehidupan
yang terjadi saat ini khususnya krisis ekonomi global ini. Paling tidak dari
hal kecil, sehingga untuk hal besar kita akan lebih siap menghadapinya.
B. SARAN
Kepada masyarakat untuk tetap bersabar terhadap situasi permasalahan kita ini
dan mempercayakan segala sesuatu kepada pemerintah. Dan dimulai dari pribadi
dan diri sendiri, untuk mengikuti saran yang telah dituliskan di atas. Dan bagi
para mahasiswa untuk menjadi lebih kritis. Semoga makalah ini menjadi kajian
yang baik meskipun masih terdapat kekurangan. Atas perhatian dari seluruh
pihak, kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Kuncoro,
Mudrajad(2008), “Antisipasi Resesi dan Gejolak Ekonomi Global”,Majalah
GATRA,No.12 Tahun XIV, 31 Januari-06 Februari 2008.
Ø http://www.opensubscriber.com/message/motivasi@yahoogroups.com/10510614.html
Ø http://kompas.co.id/read/xml/2008/10/02/23553141/kekhawatiran.krisis.ekonomi.global.benamkan.saham.dunia
Ø http://www.syaldi.web.id/2008/02/gerakan-mahasiswa-indonesia-tahun-1998-sebuah-proses-perubahan-sosial/
Ø http://borneo-tribune.net/2008/11/01/dampak-krisis-ekonomi-global-sawit-aman-karet-tak-aman/
Ø http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/krisis-keuangan-global-artikel-/
No comments:
Post a Comment