MAKALAH
AYAT
TENTANG PEMBELANJAAN HARTA
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“AYAT-AYAT
EKONOMI”
Oleh:
Fita Istiqomah 201105090016
Uci Nurul
Hidayati 201105090026
Rina Wahyuni 2011050900
Dosen:
Drs. Zakaria Muchtar
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
JURUSAN
EKONOMI SYARI’AH
SEMESTER
III
UNIVERSITAS
SUNAN GIRI SURABAYA
2011
– 2012
KATA
PENGANTAR
Dengan
mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ayat-ayat Ekonomi ini
dengan baik sebagai tugas untuk bahan pengganti izin dalam tatap muka
perkuliahan.
Makalah
Ayat-ayat Ekonomi ini membahas tentang ayat pembelanjaan harta yang pembahasan
secara lengkap diuraikan dan dijelaskan dalam makalah ini.
Saya
mengucapkan terima kasih kepada :
- Bapak Zakaria Muhctar selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Ayat-Ayat
Ekonomi.
- kami yang telah berusaha dan
bersemangat dalam menyelesaikan tugas ini.
Makalah
Ayat-Ayat Ekonomi ini sangatlah jauh dari kesempurnaan dalam
pengerjaannya.Untuk itu dimohon saran dan kritik yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini.
Surabaya,
12
November
2012
PENYUSUN
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................ 2
DAFTAR
ISI .......................................................................................................... 3
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Rumusan
Masalah ............................................................................................. 5
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Harta Pembelanjaan………………………………………………………....... 6
2.2 Surat At-taubah ayat
16…………………………………………………......... 6
2.3 Tafsir Surat At-taubah
ayat 16……………………………………………......... 7
2.4 Surat At-taubah ayat 17…………………………………………………......... 8
2.5 Tafsir Surat At-taubah
ayat 17………………………………………… 9
2.6 Surat At-taubah ayat 18…………………………………………………
10
2.7 Tafsir Surat At-taubah
ayat 18………………………………………… 11
2.8 Asbabun Nuzul Surat
At-taubah ayat 17-18………………………… 12
2.9 Korelasi Harta Pembelanjaan
dengan Surat At-taubah ayat 16-18 … 12
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan................................................................................................ ..... 13
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam kajian ekonomi Islam pembelanjaan
harta sangatlah wajib bagi umat Muslim, sebagai umat nabi Rasullulah SAW kita dianjurkan untuk membelanjaan sebagaian
harta kita ke jalan Allah agar apa yang kita belanjakan akan mendapatkan berkah
yang mulia dari Allah SWT.
Di samping itu pula sebagai seorang
muslim wajib hukumnya untuk mengeluarkan
harta yang kita miliki apabila mempunyai harta yang sangat berkecukupan. Karena
Allah sangat menyayangi umatnya apabila ada seorang hambanya yang selalu
mengeluarkan hartanya untuk jalan Allah SWT.
Dari sini dapat kita pahami Al-Quran dan
As-Sunnah telah mengajarkan dan menuntut umat muslim agar pembelanjaan harta
yang kita miliki sangatlah mulia jika pembelanjaan tersebut tidak merugikan
diri kita sendiri agar harta yang kita belanjakan mendapat barokah dari Allah
SWT.
Dan apabila seorang yang mempunyai harta
lebih maka harta tersebut tidak boleh ditimbun, sebaik-baiknya untuk
dikeluarkan kepada seseorang yang sangat membutuhkan, agar apa yang kita
dapat (rejeki) menjadi barokah bagi
kehidupan seseorang.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang diatas kita dapat menyimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
2.1 bagaimana pengertian Harta
Pembelanjaan?
2.2 bagaimana arti Surat
At-taubah ayat 16?
2.3 Bagaimana Tafsir Surat
At-taubah ayat 16?
2.4 Bagaimana arti Surat
At-taubah ayat 17?
2.5 Bagaimana Tafsir Surat
At-taubah ayat 17?
2.6 Bagaimana arti Surat
At-taubah ayat 18?
2.7 Bagaimana Tafsir Surat
At-taubah ayat 18?
2.8 Bagaimanakah Asbabun
Nuzul dalam Surat At-taubah ayat 17-18?
2.9 Adakah Korelasi Harta Pembelanjaan
dengan Surat At-taubah ayat 16-18?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 HARTA PEMBELANJAAN
Harta sebagai salah satu amanah
yang diberikan oleh Allah kepada ummat manusia yang harus disyukuri dalam
parameter nilai-nilai Islami. Prinsip utama yang menentukan dalam distribusi
harta ialah keadilan dan kasih sayang. Tujuan utama Islam ialah memberikan
peluang yang sama kepada semua orang dalam perjuangan ekonomi tanpa membedakan
status sosialnya, di samping itu Islam tidak membenarkan perbedaan kehidupan
lahiriah yang melampaui batas dan berusaha mempertahankannya dalam
batasan-batasan yang wajar dan seksama. Dalam rangka mengontrol pertumbuhhan
dan penimbunan harta kekayaan, Islam mencegah terjadinya penimbunan dan
menolong setiap orang untuk membelanjakannya demi kebaikan masyarakat.
Di dalam Al-qur’an surat al-Isra ayat 16: "Dan jika Kami hendaki membinasakan suatu negeri, Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah)
tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya
berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri
itu sehancur-hancurnya."
Firman Allah di atas merupakan hukum Allah terhadap orang-orang yang
bermewah-mewahan tanpa memberikan kewajiban kepada yang berhak menerimanya.
Pola hidup yang dijalankan atas dasar bermewah-mewahan dalam dataran mencapai
tujuannya tidak segan-segan menindas golongan miskin dan lemah untuk maksudnya
yang individualistis, oleh karena itu orang hanya kaya bertambah kaya dan orang
miskin akan semakin miskin, alur dari problematika tersebut akan
memporak-porandakan keutuhan masyarakat.
(http://bimcrot.tripod.com)
2.2 SURAH AT-TAUBAH AYAT 16
Terjemahan
:
”Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan membiarkan, sedang Allah belum mengetahui orang-orang
yang berjihat di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia
selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (Al-imam Abul Fida ismail Ibnu Kasir
ad-dimasyqi, 2005: 155)
2.3 TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 16
Ayat
yang sebelumnya atau
yang lalu
mendorong kaum muslimin untuk menindak tegas dan memerangi kaum musyrikin.
Dorongan itu disebabkan kerena sebagian kaum muslimin ingin berpangku tangan.
Kini dorongan dilanjutkan dengan menyatakan bahwa apakah kamu menduga bahwa
Allah SWT tidak mengetahui keadaan kamu atau menduga bahwa Allah tidak mampu
menolong dan memenangkan kamu dan apakah kamu mengira bahwa kamu akan
dibiarkan Allah begitu saja menguji kamu dengan aneka ujian, antara lain
dengan memerintahkan kamu melakukan jihad sedang Allah belum mengetahui dalam
kenyataan siapa orang-orang yang berjihad secara ikhlas di antara
kamu dan belum juga mengetahui siapa yang tidak mengambil menjaditeman
setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman? Dan Allah Maha
Mengetahui apa pun yang kamu kerjakan baik lahir maupun batin.
Firman-Nya:
wa lamma ya’mil-illahu / sedang Allah be;um mengetahui yakni dalam
kenyataan. Ini karena Allah mengetahui segala sesuatu baik sebelum di saat dan
sesudah terjadinya segala sesuatu. Pengetahuan yang dimaksud di sini adalah
pengetahuan saat dan sesudah terjadinya sesuatu dan yang atas dasarnya Allah
melakukan perhitungan dan menunutut tanggung jawab. Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. Jika disini menyatakan bahwa Allah belum mengetahui maka itu
berarti bahwa itu bellum terjadi di dunia nyata.
Kata
lamma / belum biasa digunakan
untuk sesuatu yang belum terjadi tetapi diharapkan atau diduga akan terjadi.
Ini berarti bahwa walaupun hingga saat turunnya ayat ini kaum muslimin belum
lagi melakukan peperangan dan jihad seperti yang diperintahkan ayat ini, namun hal
tersebut akan terjadi beberapa waktu mendatang, dan memang sejarah membuktikan
bahwa kaum muslimin berjuang bahkan terlibat dalam peperangan menghadapi kaum
musyrikin setelah turunnya ayat ini.
Kata
walijah terampil dari kata walaja yang berarti masuk. Kata
tersebut digunakan dalam arti masuknya sesuatu yang berbeda ke dalam sesuatu. Kata
walijah mengandung makna sesuatu yang disembunyikan oleh seseorang
seakan-akan ia memasukkannya ke dalam satu tempat yang tersembunyi. Dari sini
kata itu mengandung makna tipu daya dan rahasia yang disampaikan kepada pihak
lain. Kata ini juga berarti teman yang setia yang kepadanya disampaikan
rahasia. Ar-Raghib al-Ashfahani memahami kata ini dalam arti semua pihak yang
dijadikan andalan oleh seseorang padahal yang diandalkan itu bukan dari
kelompoknya ( M. Quraish Shihab, 2002: 545)
2.4 SURAH AT-TAUBAH AYAT 17
Terjemahan
:
”Tidaklah
pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka
mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaan
mereka, dan di alam neraka itu kekal.”
2.5 TAFSIR SURAH AT-TAUBAH
AYAT 17
Ayat
ini masih berhubungan langsung dengan pernyataan pemutusan hubungan Allah dan
Rasul-Nya dengan kaum musyrikin. Bukankah pernyataan yang disampaikan Sayyidina
Ali R.A selaku utusan Rasul SAW mengandung pernyataan bahwa mereka kaum
musyrikin tidak lagi diijinkan melaksanakan haji mulai tahun depan dan siapa
pun tidak diperkenankan berthawaf dalam keadaan tanpa busana?
Disamping
itu sekaligus ayat ini menjadikan pendahuluan bagi pernyataan yang akan
disampaikan nanti bahwa kaum musyrikin adalah najis sehingga mereka tidak boleh
mendekati Masjid al-Haram.
Al-Biqa’i
menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya dengan menyatakan bahwa setelah
ayat yang lalu melarang untuk mengambil teman-teman setia selain Allah, Rasul
dan kaum mukminin, ayat ini menjelaskan bahwa teman-teman setia yang diangkat
oleh sementara kaum muslimin tidaklah pada tempatnya, bahkan seharusnya sejak
semula tidak pernah ada wujudnya, karena apa yang mereka lakukan tidak berdasar
nilai-nilai Ilahi. Ayat ini – menurut al-Biqa’i – seakan-akan menjawab mereka
yangboleh jadi berkata: “Di antara musyrikin itu ada yang melakukan
kebajikan-kebajikan, seperti memakmurkan Masjid al-Haram dan mengurus
kepentingannya, sehingga apakah wajar jika mereka diperangi juga?”. Jawabannya
adalah “Mereka juga – jika menganiaya kaum muslimin dan menghalangi kebajikan –
wajar diperangi karena apa yang mereka lakukan terhadap Masji al-Haram tidak
ada nilainya di sisi Allah. Tidaklah pantas orang-orang musyrik memakmurkan
masjid-masjid Allah, apalagi Masjid al-Haram sedang mereka mengakui dengan
sikap, ucapan dan perbuatan mereka bahwa mereka sendiri kafir dengan
mempersekutukan Allah dan menyembah berhala. Itulah orang-orang yang sia-sia
pekerjaan mereka termasuk amal mereka memakmurkan dan berkhidmat di Masjid
al-Haram, dan di dalam neraka nanti
mereka adalah penghuni-penghuni yang kekal.
Istilah
ma kana yang secara harfiah berarti tidak pernah ada dan sering
kali juga diterjemahkan dengan tidak sepatutnya menurut thahir Ibnu
Asyur digunakan untuk menekankan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Asy-sya’rawi berpendapat
bahwa istilah itu bagaikan menafikkan adanya kemampuan melakukan sesuatu.
ma yanbaghi yang secara
harfiah berarti tidak sepatutnya karena yang terakhir ini masih
menggambarkan adanya kemampua, hanya saja tidak sepatutnya dilakukan. Dengan
menegaskan tidak ada kemampuan, maka tertutup sudah kemungkinan bagi wujudnya
sesuatu yang dimaksud, berbeda jika dikatakan tidak patut.
Kata
masajid adalah bentuk jamak dari kata masjid. Ada ulama’ yang
memahami kata tersebut pada ayat ini dalam arti Masjid al-harram
walaupun kata tersebut berbentuk jamak.
Bentuk jamak itu menurut mereka adalah isyarat bahwa semua. Masjid
merujuk keposisi masjid al-harram dalam menetapkan kiblat (M. Quraish Shihab,
2002: 547-551)
2.6
SURAH AT-TAUBAH AYAT 18
Terjemah:
“ yang memakmurkan masjid-masjid
Allah hanyalah siapalah yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta
tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut kecuali Allah, maka
mereka itulah yang diharapkan termasuk yang mendapat petunjuk.”
2.7
TAFSIR SURAH AT-TAUBAH AYAT 18
Setelah
menjalaskan bahwa kaum musyrikin tidak wajar memakmurkan masjid-masjid Allah,
kini dijelaskan siapa yang wajar memakmurkanya, yaitu yang memakmurkan
masjid-masjid dan hari kemudian serta
tetap mendirikan sholat secara tekun dan benar, menunaikan zakat dengan
sempurna dan tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Maka mereka
itulah yang sangat jauh lagi tinggi kedudukannya adalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat serta melaksanakan
secara sempurna petunjuk Allah SWT.
Kata
khaasyyah atau takut yang dimaksud
oleh firmannya: wa lam yakhsya illa Allah/
tidak takut kecuali kepada Allah dipahami oleh thabathaba’i dalam arti
ketakutan yang mendorong seseorang melaksanakan ibadah, bukan dalam arti takut
yang bersumber dari naluri manusia, karena sangat sulit bagi seseorang
menghilangkan macam rasa takut pada dirinya terhadap segala sesuatu,sehingga
menjadikan ia tidak takut kecuali kepada Allah SWT.
firmanNya:
ula’ika an-yakunu min almuhtadin/
mereka itulah yang diharapkan termasuk yang mendapat petunjuk. Pelaku yang
mengharapkan tentunya bukan Allah SWT. Tetapi oleh yang bersangkutan atau oleh
mitra bicara ayat ini.
Tidak
dapat disangkal bahwa mereka yang sholat, berzakat lagi beribadah adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk, tetapi itu belum tentu menjadikan mereka
benar-benar sebagai apa yang di istilahkan ayat ini dengan al-muhtadin,
yakni orang yang bener-bener mencapai puncak perolehan dan pengamalan hidayah.
Seperti telah beberapa kali diuraikan bahwa perbedaan antara kata ihtada
atau yahtadi dengan al-muhtadi. Yang pertama sekedar memperoleh hidayah walaupun
sedikit, sedang yang kedua menggambarkan kemantapan hidayah itu pada diri
seseorang ( H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, 1988: 22)
2.8
SEBAB-SEBAB TURUNNYA SURAT AT-TAUBAH AYAT 17-18
Sebab-sebab dari turunkannya
surat At-taubah ayat 17-18 adalah ketika menjadi tawanan perang Badar, Abbas
paman Rosulullah SAW berkata: “sekiranya kamu termasuk orang-orang yang dahulu
memeluk islam, berhijrah dan berjihad, maka aku adalah orang yang pertama kali
memakmurkan masjidil-Haram, memberi minum orang-orang yang menjalankan ibadah haji
dan membebaskan orang-orang dari penderitaan”.
Peristiwa ini melatarbelakangi turunnya ayat 17-18 yang menjelaskan
bahwa kaum musyrikin yang memakmurkan masjid tidak sama dengan orang-orang
beriman yang berjihad meluhurkan agama Allah. Perbuatan baik yang mereka
lakukan sama sekali tidak ada arti. Sedang amal yang dilakukan kaum muslimin,
mendapatkan pahala dari sisi Allah SWT.
(HR. Ibnu Abi Hatim dari Ali bin Abi thalhah dari ibnu
Abbas)
Pada suatu waktu Nu’man bin
Basyir berada disamping mimbar Rasulullah SAW bersama-sama beberapa orang
sahabat. Diantara mereka ada yang berkata: “ Aku tidak akan memperhatikan amal
shaleh yang lain setelah islam tersebar luas dengan terbukanya kota Mekkah,
kecuali memberi minum orang-orang yang beribadah haji”. Yang lain berkata: “aku
hanya akan berjihad meluhurkan agama Allah, dan yang demikian itu lebih baik
dari apa yang telah kamu lakukan”. Yang lain mengatakan: “aku hanya akan
memakmurkan masjidil-haram”. Mendengar pembicaraan ini umar bin khathab
membentak mereka, seraya berkata: “Janganlah kamu berbicara dengan keras disisi
mimbar Rasulullah, nanti kalau shalat jum’at telah selesai, aku akan menghadap
Rasulullah SAW meminta fatwa tentang apa yang kamu bicaran itu”. Sehubungan
dengan itu, maka Allah menurunkan ayat tersebut sebagai ketegasan bahwa orang
yang mengkhususkan pada suatu amal saleh tidak sama dengan orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, berjihad serta memperjuangkan agama Allah. Dan
Allah SWT telah berjanji tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang berbuat
dzalim
( A. Mujab mahali, 2002: 448)
2.9 KORELASI HARTAPEMBELANJAAN
DENAGAN SURAT AT-TAUBAH AYAT 16-18
Dalam surat
at-taubah ayat 16-18 menerangkan tentang orang-orang yang berjihad, dan beramal
shaleh, orang-orang musyrik yang memakmurkan masjid-masjid Allah, orang-orang
yang beriman kepada Allah, hari-hari kemudian, mengerjakan sholat, menunaikan
zakat dan orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah.
Ayat ini tidak mempunyai korelasi
atau keterkaitan
dengan harta pembelanjaan, karena dalam
ayat ini tidak sedikitpun membahas tentang harta pembelanjaan. Harta
pembelanjaan tersebut disebutkankan didalam al-qur’an surat
al-Isra ayat 16.
BAB
III
PENUTUP
3.1
kesimpulan
Harta sebagai salah satu
amanah yang diberikan oleh Allah kepada ummat manusia yang harus disyukuri
dalam parameter nilai-nilai Islami. Tujuan utama Islam ialah mengontrol
pertumbuhhan dan penimbunan harta kekayaan, Islam mencegah terjadinya
penimbunan dan menolong setiap orang untuk membelanjakannya demi kebaikan
masyarakat.
Dalam surat at-taubah ayat
16 menjelaskan bahwa Allah tidak mampu menolong dan memenangkan perang badar
begitu saja dan menguji dengan aneka ujian, antara lain dengan memerintahkan
untuk melakukan jihad secara ikhlas baik lahir maupun batin.
turunnya ayat 17-18 yang
menjelaskan bahwa kaum musyrikin yang memakmurkan masjid tidak sama dengan
orang-orang beriman yang berjihad meluhurkan agama Allah. Perbuatan baik yang di
lakukan sama sekali tidak ada arti. Sedang amal yang dilakukan kaum muslimin,
mendapatkan pahala dari sisi Allah SWT. ketegasan bahwa orang yang
mengkhususkan pada suatu amal saleh tidak sama dengan orang yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, berjihad serta memperjuangkan agama Allah. Dan Allah SWT
telah berjanji tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang berbuat dzalim.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Shihab, M.
Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbhah. Ciputat: Lentera hati
Ø Fida, Al-Imam
Abul dan Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi. 2005. Tafsir Ibnu Kasir. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Ø Mahali, A.
Mujab. 2002. Asbabun Nuzul. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Ø Bahreisy, H.
Salim dan H. Said Bahreisy. 1988. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katshir. Surabaya:
Anggota IKPI
No comments:
Post a Comment