Link Collider - Best SEO Booster

Sunday, November 16, 2014

ayat tentang pembelanjaan harta

MAKALAH
AYAT TENTANG PEMBELANJAAN HARTA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“AYAT-AYAT EKONOMI”

Oleh:

Fita Istiqomah                         201105090016
                   Uci Nurul Hidayati                  201105090026
                    Rina Wahyuni                          2011050900
Dosen:
Drs. Zakaria Muchtar
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
SEMESTER III
UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA
2011 – 2012

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ayat-ayat Ekonomi ini dengan baik sebagai tugas untuk bahan pengganti izin dalam tatap muka perkuliahan.
Makalah Ayat-ayat Ekonomi ini membahas tentang ayat pembelanjaan harta yang pembahasan secara lengkap diuraikan dan dijelaskan dalam makalah ini.
Saya mengucapkan terima kasih kepada :
  1. Bapak Zakaria Muhctar selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Ayat-Ayat Ekonomi.
  2. kami yang telah berusaha dan bersemangat dalam menyelesaikan tugas ini.
Makalah Ayat-Ayat Ekonomi ini sangatlah jauh dari kesempurnaan dalam pengerjaannya.Untuk itu dimohon saran dan kritik yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Surabaya, 12 November  2012


  PENYUSUN







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2  Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Harta Pembelanjaan………………………………………………………....... 6
2.2 Surat At-taubah ayat 16…………………………………………………......... 6
2.3 Tafsir Surat At-taubah ayat 16…………………………………………….........             7
2.4 Surat At-taubah ayat 17…………………………………………………......... 8
2.5 Tafsir Surat At-taubah ayat 17…………………………………………           9
2.6 Surat At-taubah ayat 18…………………………………………………          10
2.7 Tafsir Surat At-taubah ayat 18…………………………………………           11
2.8 Asbabun Nuzul Surat At-taubah ayat 17-18…………………………              12
2.9 Korelasi Harta Pembelanjaan dengan Surat At-taubah ayat 16-18 …               12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................ ..... 13                       
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Dalam kajian ekonomi Islam pembelanjaan harta sangatlah wajib bagi umat Muslim, sebagai umat nabi Rasullulah SAW  kita dianjurkan untuk membelanjaan sebagaian harta kita ke jalan Allah agar apa yang kita belanjakan akan mendapatkan berkah yang mulia dari Allah SWT.
Di samping itu pula sebagai seorang muslim wajib hukumnya untuk  mengeluarkan harta yang kita miliki apabila mempunyai harta yang sangat berkecukupan. Karena Allah sangat menyayangi umatnya apabila ada seorang hambanya yang selalu mengeluarkan hartanya untuk jalan Allah SWT.
Dari sini dapat kita pahami Al-Quran dan As-Sunnah telah mengajarkan dan menuntut umat muslim agar pembelanjaan harta yang kita miliki sangatlah mulia jika pembelanjaan tersebut tidak merugikan diri kita sendiri agar harta yang kita belanjakan mendapat barokah dari Allah SWT.
Dan apabila seorang yang mempunyai harta lebih maka harta tersebut tidak boleh ditimbun, sebaik-baiknya untuk dikeluarkan kepada seseorang yang sangat membutuhkan, agar apa yang kita dapat  (rejeki) menjadi barokah bagi kehidupan seseorang.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas kita dapat menyimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
2.1 bagaimana pengertian Harta Pembelanjaan?
2.2 bagaimana arti Surat At-taubah ayat 16?
2.3 Bagaimana Tafsir Surat At-taubah ayat 16?
2.4 Bagaimana arti Surat At-taubah ayat 17?
2.5 Bagaimana Tafsir Surat At-taubah ayat 17?
2.6 Bagaimana arti Surat At-taubah ayat 18?
2.7 Bagaimana Tafsir Surat At-taubah ayat 18?
2.8 Bagaimanakah Asbabun Nuzul dalam Surat At-taubah ayat 17-18?
2.9 Adakah Korelasi Harta Pembelanjaan dengan Surat At-taubah ayat 16-18?


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HARTA PEMBELANJAAN
 Harta sebagai salah satu amanah yang diberikan oleh Allah kepada ummat manusia yang harus disyukuri dalam parameter nilai-nilai Islami. Prinsip utama yang menentukan dalam distribusi harta ialah keadilan dan kasih sayang. Tujuan utama Islam ialah memberikan peluang yang sama kepada semua orang dalam perjuangan ekonomi tanpa membedakan status sosialnya, di samping itu Islam tidak membenarkan perbedaan kehidupan lahiriah yang melampaui batas dan berusaha mempertahankannya dalam batasan-batasan yang wajar dan seksama. Dalam rangka mengontrol pertumbuhhan dan penimbunan harta kekayaan, Islam mencegah terjadinya penimbunan dan menolong setiap orang untuk membelanjakannya demi kebaikan masyarakat.
Di dalam Al-qur’an surat al-Isra ayat 16: "Dan jika Kami hendaki membinasakan suatu negeri, Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya."
Firman Allah di atas merupakan hukum Allah terhadap orang-orang yang bermewah-mewahan tanpa memberikan kewajiban kepada yang berhak menerimanya. Pola hidup yang dijalankan atas dasar bermewah-mewahan dalam dataran mencapai tujuannya tidak segan-segan menindas golongan miskin dan lemah untuk maksudnya yang individualistis, oleh karena itu orang hanya kaya bertambah kaya dan orang miskin akan semakin miskin, alur dari problematika tersebut akan memporak-porandakan keutuhan masyarakat.  (http://bimcrot.tripod.com)
2.2  SURAH AT-TAUBAH AYAT 16




Terjemahan :
”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan membiarkan, sedang Allah belum mengetahui orang-orang yang berjihat di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-imam Abul Fida ismail Ibnu Kasir ad-dimasyqi, 2005: 155)

2.3 TAFSIR SURAT AT-TAUBAH  AYAT 16
Ayat yang sebelumnya atau yang lalu mendorong kaum muslimin untuk menindak tegas dan memerangi kaum musyrikin. Dorongan itu disebabkan kerena sebagian kaum muslimin ingin berpangku tangan. Kini dorongan dilanjutkan dengan menyatakan bahwa apakah kamu menduga bahwa Allah SWT tidak mengetahui keadaan kamu atau menduga bahwa Allah tidak mampu menolong dan memenangkan kamu dan apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan Allah begitu saja menguji kamu dengan aneka ujian, antara lain dengan memerintahkan kamu melakukan jihad sedang Allah belum mengetahui dalam kenyataan siapa orang-orang yang berjihad secara ikhlas di antara kamu dan belum juga mengetahui siapa yang tidak mengambil menjaditeman setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman? Dan Allah Maha Mengetahui apa pun yang kamu kerjakan baik lahir maupun batin.
Firman-Nya: wa lamma ya’mil-illahu / sedang Allah be;um mengetahui yakni dalam kenyataan. Ini karena Allah mengetahui segala sesuatu baik sebelum di saat dan sesudah terjadinya segala sesuatu. Pengetahuan yang dimaksud di sini adalah pengetahuan saat dan sesudah terjadinya sesuatu dan yang atas dasarnya Allah melakukan perhitungan dan menunutut tanggung jawab. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Jika disini menyatakan bahwa Allah belum mengetahui maka itu berarti bahwa itu bellum terjadi di dunia nyata.
Kata lamma / belum  biasa digunakan untuk sesuatu yang belum terjadi tetapi diharapkan atau diduga akan terjadi. Ini berarti bahwa walaupun hingga saat turunnya ayat ini kaum muslimin belum lagi melakukan peperangan dan jihad seperti yang diperintahkan ayat ini, namun hal tersebut akan terjadi beberapa waktu mendatang, dan memang sejarah membuktikan bahwa kaum muslimin berjuang bahkan terlibat dalam peperangan menghadapi kaum musyrikin setelah turunnya ayat ini.
Kata walijah terampil dari kata walaja yang berarti masuk. Kata tersebut digunakan dalam arti masuknya sesuatu yang berbeda ke dalam sesuatu. Kata walijah mengandung makna sesuatu yang disembunyikan oleh seseorang seakan-akan ia memasukkannya ke dalam satu tempat yang tersembunyi. Dari sini kata itu mengandung makna tipu daya dan rahasia yang disampaikan kepada pihak lain. Kata ini juga berarti teman yang setia yang kepadanya disampaikan rahasia. Ar-Raghib al-Ashfahani memahami kata ini dalam arti semua pihak yang dijadikan andalan oleh seseorang padahal yang diandalkan itu bukan dari kelompoknya ( M. Quraish Shihab, 2002: 545)

2.4 SURAH AT-TAUBAH AYAT 17


Terjemahan :
”Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaan mereka, dan di alam neraka itu kekal.”

2.5 TAFSIR SURAH AT-TAUBAH AYAT 17
Ayat ini masih berhubungan langsung dengan pernyataan pemutusan hubungan Allah dan Rasul-Nya dengan kaum musyrikin. Bukankah pernyataan yang disampaikan Sayyidina Ali R.A selaku utusan Rasul SAW mengandung pernyataan bahwa mereka kaum musyrikin tidak lagi diijinkan melaksanakan haji mulai tahun depan dan siapa pun tidak diperkenankan berthawaf dalam keadaan tanpa busana?
Disamping itu sekaligus ayat ini menjadikan pendahuluan bagi pernyataan yang akan disampaikan nanti bahwa kaum musyrikin adalah najis sehingga mereka tidak boleh mendekati Masjid al-Haram.
Al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya dengan menyatakan bahwa setelah ayat yang lalu melarang untuk mengambil teman-teman setia selain Allah, Rasul dan kaum mukminin, ayat ini menjelaskan bahwa teman-teman setia yang diangkat oleh sementara kaum muslimin tidaklah pada tempatnya, bahkan seharusnya sejak semula tidak pernah ada wujudnya, karena apa yang mereka lakukan tidak berdasar nilai-nilai Ilahi. Ayat ini – menurut al-Biqa’i – seakan-akan menjawab mereka yangboleh jadi berkata: “Di antara musyrikin itu ada yang melakukan kebajikan-kebajikan, seperti memakmurkan Masjid al-Haram dan mengurus kepentingannya, sehingga apakah wajar jika mereka diperangi juga?”. Jawabannya adalah “Mereka juga – jika menganiaya kaum muslimin dan menghalangi kebajikan – wajar diperangi karena apa yang mereka lakukan terhadap Masji al-Haram tidak ada nilainya di sisi Allah. Tidaklah pantas orang-orang musyrik memakmurkan masjid-masjid Allah, apalagi Masjid al-Haram sedang mereka mengakui dengan sikap, ucapan dan perbuatan mereka bahwa mereka sendiri kafir dengan mempersekutukan Allah dan menyembah berhala. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaan mereka termasuk amal mereka memakmurkan dan berkhidmat di Masjid al-Haram,  dan di dalam neraka nanti mereka adalah penghuni-penghuni yang kekal.
Istilah ma kana yang secara harfiah berarti tidak pernah ada dan sering kali juga diterjemahkan dengan tidak sepatutnya menurut thahir Ibnu Asyur digunakan untuk menekankan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Asy-sya’rawi berpendapat bahwa istilah itu bagaikan menafikkan adanya kemampuan melakukan sesuatu.
 ma yanbaghi yang secara harfiah berarti tidak sepatutnya karena yang terakhir ini masih menggambarkan adanya kemampua, hanya saja tidak sepatutnya dilakukan. Dengan menegaskan tidak ada kemampuan, maka tertutup sudah kemungkinan bagi wujudnya sesuatu yang dimaksud, berbeda jika dikatakan tidak patut.
Kata masajid adalah bentuk jamak dari kata masjid. Ada ulama’ yang memahami kata tersebut pada ayat ini dalam arti Masjid al-harram walaupun kata tersebut berbentuk jamak.  Bentuk jamak itu menurut mereka adalah isyarat bahwa semua. Masjid merujuk keposisi masjid al-harram dalam menetapkan kiblat (M. Quraish Shihab, 2002: 547-551)

2.6 SURAH AT-TAUBAH AYAT 18



Terjemah:
“ yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah siapalah yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut kecuali Allah, maka mereka itulah yang diharapkan termasuk yang mendapat petunjuk.”

2.7 TAFSIR SURAH AT-TAUBAH AYAT 18
Setelah menjalaskan bahwa kaum musyrikin tidak wajar memakmurkan masjid-masjid Allah, kini dijelaskan siapa yang wajar memakmurkanya, yaitu yang memakmurkan masjid-masjid  dan hari kemudian serta tetap mendirikan sholat secara tekun dan benar, menunaikan zakat dengan sempurna dan tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah. Maka mereka itulah yang sangat jauh lagi tinggi kedudukannya adalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat serta melaksanakan secara sempurna petunjuk Allah SWT.
Kata khaasyyah atau takut yang dimaksud oleh firmannya: wa lam yakhsya illa Allah/ tidak takut kecuali kepada Allah dipahami oleh thabathaba’i dalam arti ketakutan yang mendorong seseorang melaksanakan ibadah, bukan dalam arti takut yang bersumber dari naluri manusia, karena sangat sulit bagi seseorang menghilangkan macam rasa takut pada dirinya terhadap segala sesuatu,sehingga menjadikan ia tidak takut kecuali kepada Allah SWT.
firmanNya: ula’ika an-yakunu min almuhtadin/ mereka itulah yang diharapkan termasuk yang mendapat petunjuk. Pelaku yang mengharapkan tentunya bukan Allah SWT. Tetapi oleh yang bersangkutan atau oleh mitra bicara ayat ini.
Tidak dapat disangkal bahwa mereka yang sholat, berzakat lagi beribadah adalah orang-orang yang mendapat petunjuk, tetapi itu belum tentu menjadikan mereka benar-benar sebagai apa yang di istilahkan ayat ini dengan al-muhtadin, yakni orang yang bener-bener mencapai puncak perolehan dan pengamalan hidayah. Seperti telah beberapa kali diuraikan bahwa perbedaan antara kata ihtada atau yahtadi dengan al-muhtadi. Yang pertama sekedar memperoleh hidayah walaupun sedikit, sedang yang kedua menggambarkan kemantapan hidayah itu pada diri seseorang ( H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, 1988: 22)

2.8 SEBAB-SEBAB TURUNNYA  SURAT  AT-TAUBAH AYAT 17-18
Sebab-sebab dari turunkannya surat At-taubah ayat 17-18 adalah ketika menjadi tawanan perang Badar, Abbas paman Rosulullah SAW berkata: “sekiranya kamu termasuk orang-orang yang dahulu memeluk islam, berhijrah dan berjihad, maka aku adalah orang yang pertama kali memakmurkan masjidil-Haram, memberi minum orang-orang yang menjalankan ibadah haji dan membebaskan orang-orang dari penderitaan”.  Peristiwa ini melatarbelakangi turunnya ayat 17-18 yang menjelaskan bahwa kaum musyrikin yang memakmurkan masjid tidak sama dengan orang-orang beriman yang berjihad meluhurkan agama Allah. Perbuatan baik yang mereka lakukan sama sekali tidak ada arti. Sedang amal yang dilakukan kaum muslimin, mendapatkan pahala dari sisi Allah SWT.
(HR. Ibnu Abi Hatim dari Ali bin Abi thalhah dari ibnu Abbas)
Pada suatu waktu Nu’man bin Basyir berada disamping mimbar Rasulullah SAW bersama-sama beberapa orang sahabat. Diantara mereka ada yang berkata: “ Aku tidak akan memperhatikan amal shaleh yang lain setelah islam tersebar luas dengan terbukanya kota Mekkah, kecuali memberi minum orang-orang yang beribadah haji”. Yang lain berkata: “aku hanya akan berjihad meluhurkan agama Allah, dan yang demikian itu lebih baik dari apa yang telah kamu lakukan”. Yang lain mengatakan: “aku hanya akan memakmurkan masjidil-haram”. Mendengar pembicaraan ini umar bin khathab membentak mereka, seraya berkata: “Janganlah kamu berbicara dengan keras disisi mimbar Rasulullah, nanti kalau shalat jum’at telah selesai, aku akan menghadap Rasulullah SAW meminta fatwa tentang apa yang kamu bicaran itu”. Sehubungan dengan itu, maka Allah menurunkan ayat tersebut sebagai ketegasan bahwa orang yang mengkhususkan pada suatu amal saleh tidak sama dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, berjihad serta memperjuangkan agama Allah. Dan Allah SWT telah berjanji tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang berbuat dzalim ( A. Mujab mahali, 2002: 448)

2.9  KORELASI HARTAPEMBELANJAAN DENAGAN SURAT AT-TAUBAH AYAT        16-18
Dalam surat at-taubah ayat 16-18 menerangkan tentang orang-orang yang berjihad, dan beramal shaleh, orang-orang musyrik yang memakmurkan masjid-masjid Allah, orang-orang yang beriman kepada Allah, hari-hari kemudian, mengerjakan sholat, menunaikan zakat dan orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah. Ayat ini tidak mempunyai korelasi atau keterkaitan dengan  harta pembelanjaan, karena dalam ayat ini tidak sedikitpun membahas tentang harta pembelanjaan. Harta pembelanjaan tersebut disebutkankan didalam al-qur’an surat al-Isra ayat 16.
















BAB III
PENUTUP

3.1 kesimpulan
Harta sebagai salah satu amanah yang diberikan oleh Allah kepada ummat manusia yang harus disyukuri dalam parameter nilai-nilai Islami. Tujuan utama Islam ialah mengontrol pertumbuhhan dan penimbunan harta kekayaan, Islam mencegah terjadinya penimbunan dan menolong setiap orang untuk membelanjakannya demi kebaikan masyarakat.
Dalam surat at-taubah ayat 16 menjelaskan bahwa Allah tidak mampu menolong dan memenangkan perang badar begitu saja dan menguji dengan aneka ujian, antara lain dengan memerintahkan untuk melakukan jihad secara ikhlas baik lahir maupun batin.
turunnya ayat 17-18 yang menjelaskan bahwa kaum musyrikin yang memakmurkan masjid tidak sama dengan orang-orang beriman yang berjihad meluhurkan agama Allah. Perbuatan baik yang di lakukan sama sekali tidak ada arti. Sedang amal yang dilakukan kaum muslimin, mendapatkan pahala dari sisi Allah SWT. ketegasan bahwa orang yang mengkhususkan pada suatu amal saleh tidak sama dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, berjihad serta memperjuangkan agama Allah. Dan Allah SWT telah berjanji tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang berbuat dzalim.











DAFTAR PUSTAKA

Ø  Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbhah. Ciputat: Lentera hati
Ø  Fida, Al-Imam Abul dan Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi. 2005. Tafsir Ibnu Kasir. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Ø  Mahali, A. Mujab. 2002. Asbabun Nuzul. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Ø  Bahreisy, H. Salim dan H. Said Bahreisy. 1988. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katshir. Surabaya: Anggota IKPI

No comments:

Post a Comment