BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATARBELAKANG
Kegagalan yang paling terasa dari
modernisasi yang merupakan akibat langsung dari era globalisasi adalah dalam
bidang ekonomi.Kapitalisme modern yang walaupun akhirnya mampu membuktikan
kelebihannya dari sosialisme, kenyataannya justru melahirkan berbagai
persoalan, terutama bagi negara-negara Dunia Ketiga (termasuk negara-negara
Muslim) yang cenderung menjadi obyek daripada menjadi subyek kapitalisme.
Dikaitkan dengan kegagalan
kapitalisme Barat di negara-negara Muslim tersebut, kesadaran bahwa akar
kapitalisme bukanlah dari Islam kemudian membangkitkan keinginan untuk
merekonstruksi sistem ekonomi yang dianggap “otentik” berasal dari Islam.
Apalagi sejarah memperlihatkan bahwa pemikiran ekonomi, telah pula dilakukan
oleh para ulama Islam, bahkan jauh sebelum Adam Smith menulis buku
monumentalnya The Wealth of Nations.
Di samping itu, Iklim perdagangan
yang akrab dengan munculnya Islam, telah menempatkan beberapa tokoh dalam
sejarah sebagai pedagang yang berhasil.Keberhasilan tersebut ditunjang oleh
kemampuan skill maupun akumulasi modal yang dikembangkan.Dalam pengertiannya
yang sangat umum, maka bisa dikatakan bahwa dunia kapitalis sudah begitu akrab
dengan ajaran Islam maupun para tokohnya. Kondisi tersebut mendapatkan
legitimasi ayat al-Qur’an maupun sunnah dalam mengumpulkan harta dari sebuah
usaha secara maksimal.
Dengan
banyaknya ayat al-Qur’an dan Hadis yang memberi pengajaran cara bisnis yang
benar dan praktek bisnis yang salah bahkan menyangkut hal-hal yang sangat
kecil, pada dasarnya kedudukan bisnis dan perdagangan dalam Islam sangat
penting. Prinsip-prinsip dasar dalam perdagangan tersebut dijadikan referensi
utama dalam pembahasan-pembahasan kegiatan ekonomi lainnya dalam Islam sebagai
mana pada mekanisme kontrak dan perjanjian baru yang berkaitan dengan negara
non-muslim yang tunduk pada hukum perjanjian barat.
Pada
dasarnya etika (nilai-nilai dasar) dalam bisnis berfungsi untuk menolong
pebisnis (dalam hal ini pedagang) untuk memecahkan problem-problem (moral)
dalam praktek bisnis mereka. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan sistem
ekonomi Islam khususnya dalam upaya revitalisasi perdagangan Islam sebagai
jawaban bagi kegagalan sistem ekonomi –baik kapitalisme maupun sosialisme-,
menggali nilai-nilai dasar Islam tentang aturan perdagangan (bisnis) dari
al-Qur’an maupun as-Sunnah, merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Dengan
kerangka berpikir demikian, makalah ini akan mengkaji permasalahan revitalisasi
perdagangan Islam, yang akan dikaitkan dengan pengembangan sektor riil.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar
belakang di atas, pemakalah menyusun beberapa permasalahan, antara lain:
1. Apa
pengertian etika bisnis dalam ekonomi islam?
2. Apa
dasar hukum etika bisnis dalam ekonomi islam
3. Apa
tujuan umum daripada etika bisnis dalam ekonomi Islam?
4. Bagaimana
Rasulullah memandu umatnya dalam hal etika bisnis dalam ekonomi islam?
5. Bagaimana
etika bisnis dalam ekonomi Islam menjelaskan teori dan sistematikanya?
6. Bagaimana
ketentuan umum yang ada didalam etika bisnis dalam ekonomi Islam?
7. Dimana
saja tingkatan aplikasi etika bisnis dalam ekonomi Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR ETIKA BISNIS ISLAM
1. Definisi
a. Definisi Etika Secara etimologi, Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani ethikos mempunyai beragam arti: pertama, sebagai analisis konsep-konsep terhadap apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung jawab dan lain-lain. Kedua, aplikasi ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, aktualisasi kehidupan yang baik secara moral. Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian juga; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk. Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
b. Definisi
Bisnis
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya
yang digunakan al-tijarah, al-bai’, tadayantum, dan isytara. Tetapi yang
seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal
dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau
berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut
kamus al-munawwir). Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi gharib
al-Qur’an , at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari
keuntungan. Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib , fulanun tajirun bi
kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan
yang di upayakan dalam usahanya. Dalam penggunaannya kata tijarah pada
ayat-ayat di atas terdapat dua macam pemahaman. Pertama, dipahami dengan
perdagangan yaitu pada surat Al-Baqarah ; 282.Kedua,dipahami dengan perniagaan
dalam pengertian umum.Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis dalam
Al-Qur’an dari tijarah pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan
hanya bertujuan mencari keuntungan material semata, tetapi bersifat material
sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat
immaterial dan kualitas. Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan semata manusia
tetapi juga dilakukan antara manusia dengan Allah swt, bahwa bisnis harus
dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan
perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan,
kebohongan, hanya karena memperoleh keuntungan.
Dalam hal ini, ada dua definisi
tentang pengertian perdagangan, dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu menurut
mufassir dan ilmu fikih :
v Menurut
Mufassir, Bisnis adalah pengelolaan modal untuk mendapatkan
keuntungan.
v Menurut
Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta dengan harta secara
suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya penggantian.
Menurut cara yang dibolehkan penjelasan
dari pengertian diatas :
ü Perdagangan adalah satu bagian muamalat yang
berbentuk transaksi antara seorang
ü dengan
orang lain.
ü Transaksi
perdagangan itu dilaksanakan dalam bentuk jual beli yang diwujudkan dalam
ü bentuk
ijab dan qabul.
ü Perdagangan
yang dilaksanakan bertujuan atau dengan motif untuk mencari keuntungan.
c.
Definisi Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam
Dari uraian diatas, maka dapat
disimpulkan kalau etika sebagai perangkat prinsip moral yang membedakan apa
yang benar dari apa yang salah, sedangkan bisnis adalah suatu serangkaian
peristiwa yang melibatkan pelaku bisnis, maka etika diperlukan dalam bisnis.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis adalah norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.Etika dan tindak tanduk etisnya menjadi bagian budaya perusahaan dan “built-in” sebagai perilaku (behavior) dalam diri karyawan biasa sampai CEO.bahkan pengusaha sekalipun yang standarnya tidak uniform atau universal. Tapi lazimnya harus ada standar minimal.Ketidak universal-an itu mencuatkan berbagai perspektif suatu bangsa dalam menjiwai, mengoperasikan dan setiap kali menggugat diri.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis adalah norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.Etika dan tindak tanduk etisnya menjadi bagian budaya perusahaan dan “built-in” sebagai perilaku (behavior) dalam diri karyawan biasa sampai CEO.bahkan pengusaha sekalipun yang standarnya tidak uniform atau universal. Tapi lazimnya harus ada standar minimal.Ketidak universal-an itu mencuatkan berbagai perspektif suatu bangsa dalam menjiwai, mengoperasikan dan setiap kali menggugat diri.
Etika bisnis merupakan etika
terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik
dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha
yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan
menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud
dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat
membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis. Etika dan Bisnis,
mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum
terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika
bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis
masalah-masalah etis dalam bisnis.
Dengan demikian, bisnis dalam islam
memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia
untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek,
individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika,
tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab
pribadi dan sosial dihadap masyarakat, Negara dan Allah swt.
2. Dasar Hukum
Ø Al Baqarah : 282
o $ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) LäêZt#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3uø9ur öNä3uZ÷/ 7=Ï?$2 ÉAôyèø9$$Î/ 4 wur z>ù't ë=Ï?%x. br& |=çFõ3t $yJ2 çmyJ¯=tã ª!$# 4 ó=çGò6uù=sù È@Î=ôJãø9ur Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# È,Guø9ur ©!$# ¼çm/u wur ó§yö7t çm÷ZÏB $\«øx© 4 bÎ*sù tb%x. Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# $·gÏÿy ÷rr& $¸ÿÏè|Ê ÷rr& w ßìÏÜtGó¡o br& ¨@ÏJã uqèd ö@Î=ôJãù=sù ¼çmÏ9ur ÉAôyèø9$$Î/ 4 (#rßÎhô±tFó$#ur ÈûøïyÍky `ÏB öNà6Ï9%y`Íh ( bÎ*sù öN©9 $tRqä3t Èû÷ün=ã_u ×@ã_tsù Èb$s?r&zöD$#ur `£JÏB tböq|Êös? z`ÏB Ïä!#ypk¶9$# br& ¨@ÅÒs? $yJßg1y÷nÎ) tÅe2xçFsù $yJßg1y÷nÎ) 3t÷zW{$# 4 wur z>ù't âä!#ypk¶9$# #sÎ) $tB (#qããß 4 wur (#þqßJt«ó¡s? br& çnqç7çFõ3s? #·Éó|¹ ÷rr& #·Î72 #n<Î) ¾Ï&Î#y_r& 4 öNä3Ï9ºs äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# ãPuqø%r&ur Íoy»pk¤¶=Ï9 #oT÷r&ur wr& (#þqç/$s?ös? ( HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»yfÏ? ZouÅÑ%tn $ygtRrãÏè? öNà6oY÷t/ }§øn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ wr& $ydqç7çFõ3s? 3 (#ÿrßÎgô©r&ur #sÎ) óOçF÷èt$t6s? 4 wur §!$Òã Ò=Ï?%x. wur ÓÎgx© 4 bÎ)ur (#qè=yèøÿs? ¼çm¯RÎ*sù 8-qÝ¡èù öNà6Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ãNà6ßJÏk=yèãur ª!$# 3 ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOÎ=tæ ÇËÑËÈ
Yang
artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya.dan persaksikanlah apabila kamu berjual
beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu
lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.
Bermuamalah
ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
Ø An Nisa' : 29
o $ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Yang artinya :
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan
membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri,
karena umat merupakan suatu kesatuan.
Ø At Taubah : 24
o ö@è% bÎ) tb%x. öNä.ät!$t/#uä öNà2ät!$oYö/r&ur öNä3çRºuq÷zÎ)ur ö/ä3ã_ºurør&ur óOä3è?uϱtãur îAºuqøBr&ur $ydqßJçGøùutIø%$# ×ot»pgÏBur tböqt±ørB $ydy$|¡x. ß`Å3»|¡tBur !$ygtRöq|Êös? ¡=ymr& Nà6øs9Î) ÆÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur 7$ygÅ_ur Îû ¾Ï&Î#Î7y (#qÝÁ/utIsù 4Ó®Lym ÎAù't ª!$# ¾ÍnÍöDr'Î/ 3 ª!$#ur w Ïöku tPöqs)ø9$# úüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇËÍÈ
Yang artinya:
Katakanlah: "Jika bapa-bapa,
anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari
berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan
NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Ø An Nur : 37
o ×A%y`Í w öNÍkÎgù=è? ×ot»pgÏB wur ììøt/ `tã Ìø.Ï «!$# ÏQ$s%Î)ur Ío4qn=¢Á9$# Ïä!$tGÎ)ur Ío4qx.¨9$# tbqèù$ss $YBöqt Ü=¯=s)tGs? ÏmÏù ÛUqè=à)ø9$# ã»|Áö/F{$#ur ÇÌÐÈ
Yang artinya :
laki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati
Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat.mereka
takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
Ø As Shaff : 10
o $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ö@yd ö/ä39ßr& 4n?tã ;ot»pgÏB /ä3ÉfZè? ô`ÏiB A>#xtã 8LìÏ9r& ÇÊÉÈ
Yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman,
sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari
azab yang pedih?.
B. TUJUAN UMUM ETIKA
BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Dalam hal ini, etika bisnis islam
adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis
profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam
mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal
sebagai berikut :
1.
Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode
berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan
agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2.
Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku
bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat,
dan diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3.
Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan
persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4.
Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang
terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja.
Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara
mereka semua.
C. PANDUAN
RASULULLAH DALAM ETIKA BISNIS
Rasululah SAW sangat banyak
memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:
1. Bahwa
prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran
merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis.Rasulullah sangat intens
menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda: “Tidak
dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia
menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia
bukan kelompok kami” (H.R. Muslim).Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur
dalam berbisnis.Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di
sebelah bawah dan barang baru dibagian atas.
2. Kesadaran
tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak
hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan
Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap
ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis.
Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari
kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat
intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan
transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan
melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak
berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan
azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak
akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah
palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan
pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran.Namun, harus
disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya
tidak berkah.
4.
Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan
bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmatiÂ
seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R.
Bukhari dan Tarmizi).
5. Tidak
boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik
membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian
melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual
untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik
orang lain untuk membeli).
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7.
Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam
masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan
keuntungan besar pun diperoleh).Rasulullah melarang keras perilaku bisnis
semacam itu.
8.
Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang
benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi
orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain,
mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang
lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
9.
Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang
yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan
shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati
dan penglihatan menjadi goncang”.
10. Membayar
upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah
upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”.Hadist ini
mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda.Pembayaran upah
harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
11. Tidak
monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli
dan oligopoli.Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu
tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan
isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk
keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini
dilarang dalam Islam.
12. Tidak
boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang
dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan
melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik.
Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras,
karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut
dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus
dijaga dan diperhatikan secara cermat.
13. Komoditi
bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram,
seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan
“patung-patung” (H.R. Jabir).
14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa
paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang
berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu”
(QS. 4: 29).
15. Segera
melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim
yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik
kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16. Memberi
tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi
Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang
atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada
hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17.
Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai
orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman
(QS.al-Baqarah::
278)
Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang
kesetanan
(QS. 2: 275).
Oleh
karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
D. BEBERAPA TEORI
DAN SISTEMATIKA ETIKA BISNIS
Sistem etika Islam secara umum
memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika barat. Pemaparan pemikiran
yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung memperlihatkan perjalanan yang
dinamis dengan cirinya yang berubah-ubah dan bersifat sementara sesuai
dinamika peradaban yang dominan. Lahirnya pemikiran etika biasanya didasarkan
pada pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran
agama kepada model etika di Barat justru menciptakan ekstremitas baru dimana
cenderung merenggut manusia dan keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain
yang sangat mengemukakan rasionalisme dan keduniawian. Sedangkan dalam Islam
mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya.Kehidupan
totalitas duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu
Al-Qur'an dan Hadis.
1.
Etika
Dalam Perspektif Barat
Dalam sistem etika Barat ini, ada
tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
a.
pada Teleologi Teori yang
dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan dua
konsep yakni : Pertama, konsep Utility (manfaat) yang kemudian
disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada
konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak
sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah
sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang
berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis
ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
b.
Dan kedua, teori Keadilan Distribusi
(Distribitive Justice) atau keadilan yang berdasarkan pada konsep
Fairness.Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila
menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep
Fairness.Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.Dalam hal ini, suatu
perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan
kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode
distribusinya.Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan
sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan
kerjasama antara anggota masyarakat.
c.
Deontologi Teori
yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus
berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan
"hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori
teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip
yang baik berdasarkan kemauan yang baik. Dalam teori ini terdapat dua
konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari
teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau
diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari
teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh
manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil,
jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan. Kedua, Hukum Abadi (Eternal Law),
dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab
suci dan alam.
d.
Hybrid
Dalam
teori ini terdapat lima teori, meliputi :
1.
Personal
Libertarianisme
Dikembangkan oleh Robert Nozick,
dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun
dengan keadilan atau kesamaan
kesempatan
bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran
mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi
kebebasan individu.
2) Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi
kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang
bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa
juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang
dianggap penting oleh pengambil keputusan yang dalam hal ini adalah yang bersangkutan.
3) Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini
adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat
dirasionalisasikan.Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar
benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai
karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
4) Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika
itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar
pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan
perbuatan etis.Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda
setiap budaya dan negara.
5) Teori Hak (right)
Nilai
dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus
didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan memilih.Setiap individu
memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.
2. Etika dalam
Perpektif Islam
Masyarakat Islam adalah masyarakat
yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama
berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan
perilakunya.Jika barat meletakkan "Akal" sebagai dasar
kebenarannya.Maka, Islam meletakkan "Al-Qur'an" sebagai dasar
kebenaran.
Berbagai
teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
a. Teleologi
Utilitarian dalam Islam adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan
tanggungjawab adalah hak perseorangan.
b. Distributive
Justice dalam Islam adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada
pada harta orang kaya.Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
c. Deontologi
dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal.
Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik,
maka tetap tidak baik.
d. Eternal
Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca
wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang, Islam
mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi yang berupa muamalah sebagai
proses penyucian diri.
e. Relativisme
dalam Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan
Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan
dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.
f.
Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai
kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab
tidak dapat diterima.Dan tanggungjawab kepada Allah adalah hak
individu.
E. KETENTUAN UMUM
ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan
sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan
aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi
keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan
yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama,
ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka
etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu
persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk
berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim.
Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar
bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran
dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang
untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran
bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an
memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara
yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan
Takaran dan timbangan.
(#qèù÷rr&ur @øs3ø9$# #sÎ) ÷Läêù=Ï. (#qçRÎur Ĩ$sÜó¡É)ø9$$Î/ ËLìÉ)tFó¡ßJø9$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur WxÍrù's? ÇÌÎÈ
“Dan sempurnakanlah takaran
apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35)
Dalam beraktivitas di dunia kerja
dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak
yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah :
8 yang artinya :
“Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat
dengan takwa”.
3. Kehendak Bebas
(Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis
islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan
individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong
manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang
dimilikinya.Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan
pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap
individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4. Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu
hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya
pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan
kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip
ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa
yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang
dilakukannya.
5. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
5. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain
mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur
yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan
sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi)
proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya
meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika
bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya
kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian
dalam bisnis.
F. TINGKATAN APLIKASI ETIKA
BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Adapun penerapan etika bisnis dapat
dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual, organisasi, dan sistem.
Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis mempengaruhi pengambilan
keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran sendiri, baik
sebagai penguasa maupun manajer. Kedua, pada tingkat organisasi, seseorang
sudah terikat kepada kebijakan perusahaan dan persepsi perusahaan tentang
tanggungjawab sosialnya. Ketiga, pada tingkat sistem, seseorang menjalankan
kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu.
Realitasnya, para pelaku bisnis
sering tidak mengindahkan etika.Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis,
misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religiusitas
hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam
berbisnis.Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip
bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas,
individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari apa yang telah kami uraikan diatas dapat
dipahami bahwa etika bisnis dalam islam merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis
professional, Etika bisnis adalah norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh
bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun dalam interaksi
bisnisnya dengan “stakeholders”nya. dan ketentuan etika bisnis dalam islam adalah,:
a. Kesatuan (Tauhid/Unity)
b. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
c. Kehendak Bebas
(Free Will)
d. Tanggungjawab (Responsibility)
e.
Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Adapun penerapan etika bisnis dapat
dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual, organisasi, dan system. Demikian penjelasan dari kami kurang
lebihnya kami mohon maaf sebesar- besarnya.
No comments:
Post a Comment