Link Collider - Best SEO Booster

Thursday, May 29, 2014

TEORI DISTRIBUSI dalam EKONOMI ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam teori ekonomi mikro Islam, distribusi menjadi posisi penting karena pembahasan mengenai hal tersebut tidak hanya berkaitan aspek ekonomi saja, tetapi juga aspek sosial dan aspek politik. Konsep Islam tentang distribusi pendapatan yang dikonsumsi atau yang diproduksi umat Islam tidak mengandung riba, tidak mengandung kegiatan yang haram dan harta bagi konsumen dan produsen dikenai zakat
Distribusi dalam konsep Islam tidak mengedepankan aspek ekonomi dimana ukuran berdasarkan atas jumlah harta pemilikan an sich, tetapi juga membahas bagaimana bisa terdistribusi penggunaan potensi kemanusiannya, yang berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan, maka dalam distribusi pendapatan terdapat beberapa masalah tentang bagaimana mengatur adanya distribusi pendapatan dan siapakah yang menjamin adanya distribusi pendapatan di masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN DISTRIBUSI
A. Pengertian Distribusi

Distribusi adalah suatu proses penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai, sewaktu dan dimana barang atau jasa tersebut diperlukan. Proses distribusi tersebut pada dasarnya menciptakan faedah (utility) waktu, tempat, dan pengalihan hak milik.
Dalam menciptakan ketiga faedah tersebut, terdapat dua aspek penting yang terlibat didalamnya, yaitu :
1. Lembaga yang berfungsi sebagai saluran distribusi (Channel of distribution/marketing channel).
2. Aktivitas yang menyalurkan arus fisik barang (Physical distribution).

B. Saluran Distribusi
Menurut Winardi (1989:299) yang dimaksud dengan saluran distribusi adalah sebagai berikut:
“Saluran distribusi merupakan suatu kelompok perantara yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan produk-produk kepada pembeli”.
Sedangkan Philip Kotler (1997:140) mengemukakan bahwa:
“Saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi “.
Saluran distribusi pada dasarnya merupakan perantara yang menjembatani antara produsen dan konsumen. Perantara tersebut dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu; Pedagang perantara dan Agen perantara. Perbedaannya terletak pada aspek pemilikan serta proses negoisasi dalam pemindahan produk yang disalurkan tersebut.
• Pedagang perantara
Pada dasarnya, pedagang perantara (merchant middleman) ini bertanggung jawab terhadap pemilikan semua barang yang dipasarkannya atau dengan kata lain pedagang mempunyai hak atas kepemilikan barang. Ada dua kelompok yang termasuk dalam pedagang perantara, yaitu ; pedagang besar dan pengecer.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa produsen juga dapat bertindak sekaligus sebagai pedagang, karena selain membuat barang juga memperdagangkannya.
• Agen perantara
Agen perantara (Agent middle man) ini tidak mempunyai hak milik atas semua barang yang mereka tangani. Mereka dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu :
1. Agen Penunjang
Agen pembelian dan penjulan
Agen Pengangkutan
Agen Penyimpanan
2. Agen Pelengkap
Agen yang membantu dalam bidang finansial
Agen yang membantu dalam bidang keputusan
Agen yang dapat memberikan informasi
Agen khusus
Menurut Philip Kotler (1993:174) agar suatu kegiatan penyaluran barang dapat berjalan dengan baik (efektif dan efisien) maka para pemakai saluran pemasaran harus mampu melakukan sejumlah tugas penting, yaitu :
Penelitian, yaitu melakukan pengumpulan informasi penting untuk perencanaan dan melancarkan pertukaran.
Promosi, yaitu pengembangan dan penyebaran informasi yang persuasive mengenai penawaran.
Kontak, yaitu melakukan pencarian dan menjalin hubungan dengan pembeli.
Penyelarasan, yaitu mempertemukan penawaran yang sesuai dengan permintaan pembeli termasuk kegiatan seperti pengolahan, penilaian dan pengemasan.
Negoisasi, yaitu melakukan usaha untuk mencapai persetujuan akhir mengenai harga dan lain-lain sehubungan dengan penawaran sehingga pemindahan   pemilikan atau penguasaan bias dilaksanakan.
Disrtibusi fisik, yaitu penyediaan sarana transportasi dan penyimpanan barang.
Pembiayaan, yaitu penyediaan permintaan dan pembiayaan dana untuk menutup biaya dari saluran pemasaran tersebut.
Pengambilan resiko, yaitu melakukan perkiraan mengenai resiko sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan saluran tersebut.

Kelima tugas pertama membantu pelaksanaan transaksi dan tiga yang terakhir membantu penyelesaian transaksi. Semua tugas diatas mempunyai tiga persamaan, yaitu menggunakan sumber daya yang langka, dilaksanakan dengan menggunakan keahlian yang khusus, dan bisa dialih-alihkan diantara penyalur. Apabila perusahaan/produsen menjalankan seluruh tugas diatas, maka biaya akan membengkak dan akibatnya harga akan menjadi lebih tinggi.
Ada beberapa alternatif saluran (tipe saluran) yang dapat dipakai. Biasanya alternatif saluran tersebut didasarkan pada golongan barang konsumsi dan barang industri.
• Barang konsumsi adalah barang-barang yang dibeli untuk dikonsumsikan. Pembeliannya didasarkan atas kebiasaan membeli dari konsumen. Jadi, pembelinya adalah pembeli/konsumen akhir, bukan pemakai industri karena barang –barang tersebut tidak diproses lagi, melainkan dipakai sendiri (Basu Swasta 1984:96).
• Barang industri adalah barang-barang yang dibeli untuk diproses lagi atau untuk kepentingan dalam industri. Jadi, pembeli barang industri ini adalah perusahaan, lembaga, atau organisasi, termasuk non laba (Basu Swasta, 1984:97).
Berdasarkan pengertian diatas, maka seperti halnya pupuk itu digolongkan kedalam golongan barang industri, sebab pupuk dibeli petani bukan untuk dikonsumsi tetapi untuk digunakan dalam produksi pertaniannya. Dibawah ini digambarkan beberapa tipe saluran untuk barang konsumsi dan barang industri.
a. Tipe saluran untuk barang konsumsi
Konsumen  Saluran 1 : Produsen
Konsumen  Pedagang eceran  Saluran 2 : Produsen
Konsumen  Pedagang eceran  Grosir  Saluran 3 : Produsen
Konsumen  Pedagang eceran  Grosir  Agen  Saluran 4 : Produsen
b. Tipe saluran untuk barang industry
Pemakai industry  Saluran 1 : Produsen
Pemakai industry  Distributor industry  Saluran 2 : Produsen
Pemakai industry  Distributor industry  Agen  Saluran 3 : Produsen
Pemakai industry  Agen  Saluran 4 : Produsen
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan didalam memilih saluran distribusi, faktor tersebut antara lain :
1. Jenis barang yang dipasarkan
2. Produsennya
3. Penyalur yang bersedia ikut mengambil bagian
4. Pasar sasaran

C. Distribusi Fisik
Distribusi fisik merupakan aspek penting kedua dalam rangka menjadikan suatu produk tersedia bagi konsumen dalam jumlah, waktu, dan tempat yang tepat. Dalam hubungan itu, Dewan Manajemen Distribusi Fisik Nasional Amerika Serikat mendefinisikan distribusi fisik sebagai berikut :
“Suatu rangkaian aktivitas yang luas mengenai pemindahan barang jadi secara efisien dari akhir batas produksi kepara konsumen, serta didalam beberapa hal mencakup pemindahan bahan mentah dari suatu pembekal keawal batas produksi”. Manajemen distribusi fisik hanyalah satu diantara istilah deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan suatu pengendalian atas pemindahan barang seperti didefinisikan dimuka. Hal ini sering pula diistilahkan sebagai manajemen logistik atau logistik pemasaran. Namun demikian, apapun istilah yang digunakan konsep dasarnya adalah sama.
Secara terperinci, kegiatan yang ada dalam kegiatan distribusi fisik dapat dibagi kedalam lima macam (Basu Swasta, 1984: 220-229, diringkas) yaitu :
1. Penentuan lokasi persediaan dan sistem penyimpanannya
a. Penentuan lokasi penyediaannya
Kebijaksanaan terhadap lokasi persediaan didasarkan pada strategi yang diinginkan, apakah secara memusat (konsentrasi) ataukah menyebar (dispersi) dipasarnya. Jika perusahaan mengkonsentrasikan persediaannya, maka akan memudahkan dalam mengadakan pengawasan. Selain itu, juga akan meningkatkan efisiensi penyimpanan dan penanganan barangnya. Namun dari segi lain dapat terjadi bahwa beban pengangkutan akan meningkat dan pengantaran barang kebeberapa segmen pasar akan terlambat. Dan jika perusahan menyebarkan persediaannya kebeberapa lokasi, maka keadaannya akan berlainan, dan merupakan kebalikan dari konsentrasi.
b. Sistem penyimpanan persediaan
Penyimpanan erat kaitannya dengan pergudangan, biasanya perusahaan yang tidak mempunyai fasilitas penyimpan sendiri umumnya menyewa kepada lembaga atau perusahaan lain atau disebut gudang umum. Besarnya sewa yang harus dibayar ditentukan menurut besarnya ruangan yang digunakan.
2. Sistem penanganan barang
Sistem penanganan barang yang dapat digunakan antara lain:
(1) Paletisasi
Dalam paletisasi, penanganan barang-barang baik itu berupa bahan baku maupun barang jadi dipakai suatu alat yang disebut palet. Dengan alat ini barang-barang dapat dipindahkan secara cepat. Penggunaannya akan lebih ekonomis apabila material yang ditangani jumlahnya besar.
(2) Pengemasan
Barang-barang yang ditangani ditempatkan dalam suatu kemasan atau peti kemas baik dari logam, kayu, ataupun bahan yang lain. Biasanya kemasan ini dibuat dalam ukuran-ukuran tertentu sehingga sangat mudah dalam pengangkutannya.
(3) Sistem pengawasan persediaan
Faktor penting yang lain dalam sistem distribusi fisik adalah mengadakan pengawasan secara efektif terhadap komposisi dan besarnya persediaan. Adapun tujuan dari pengawasan persediaan adalah meminimumkan jumlah persediaan yang diperlukan, dan meminimumkan fluktuasi dalam persediaan sambil melayani pesanan dari pembeli. Besarnya persediaan sangat ditentukan oleh keseimbangan kebutuhan pasar dengan faktor biaya. Sedangkan permintaan pasar dapat diukur dengan menggunakan analisis ramalan penjualan.
(4) Prosedur memproses pesanan
Kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk memproses pesanan antara lain : menyelenggarakan kegiatan kantor secara teratur, membuat barang dengan baik, serta menyampaikannya kepada pembeli. Jika perusahaan tidak sanggup atau tidak mampu melaksanakan pesanan, maka ia harus memberitahu kepada pembeli.
(5) Pemilihan metode pengangkutan
Dalam hal ini, rute dan rit pengangkutan merupakan faktor yang penting, dan mempunyai hubungan yang erat dengan pasar atau daerah penjualan, serta lokasi persediaannya. Selain itu fasilitas pengangkutan yang ada juga merupakan faktor penentu.

II. DISTRIBUSI DALAM KONSEP ISLAM

A. KONSEP MORAL ISLAM DALAM SISTEM DISTRIBUSI PENDAPATAN

Menurut paham kapitalisme, setiap individu harus memiliki kebebasan sepenuhnya agar ia dapat memproduksi kekayaan dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan kemampuan yang ia miliki sejak lahir. Paham kapitalisme juga mengakui tak terbatasnya hak individu dalam pemilikan pribadi serta menghalalkan pendistribusian yang tidak adil. Pandangan ekstrem lainnya yaitu paham komunisme menyetujui penghapusan kebebasan individu dan pemilikan pribadi secara menyeluruh, dan pada saat yang sama menginginkan pemerataan ekonomi di antara penduduk. Dengan kata lain, paham kapitalisme menekankan pada produksi kekayaan, sedangkan paham komunisme pada distribusi kekayaan, dengan tidak memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat.
Dalam konteks ini, Islam mengambil jalan tengah antara pola kapitalis dan sosialis yaitu tidak memberikan kebebasan mutlak maupun hak yang tidak terbatas dalam pemilikan kekayaan pribadi bagi individu dalam lapangan produksi, dan tidak pula mengikat individu pada sebuah sistem pemerataan ekonomi yang di bawah sistem ini ia tidak dapat memperoleh dan memiliki kekayaan secara bebas. Islam menganggap bahwa manusia adalah makhluk ciptaan yang paling sempurna, paling mulia dan bahkan manusia diberikan kepercayaan sebagai sebagai khalifah yang bertugas untuk mengelols dunia guna mencapai kemakmuran.
Merujuk pada pesan Al-Quran dalam bidang ekonomi, dapat dipahami bahwa Islam mendorong penganutnya untuk menikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah SWT. Maka karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, baik materi maupun nonmateri dengan bekerja/berjuang untuk mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti aturan-aturan yang ada. Maka dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah, maka konsep produksi dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetapi lebih penting untuk maksimalisasi keuntungan akhirat. Urusan dunia merupakan sarana untuk memperoleh kesejahteraan akhirat.
Islam mengarahkan mekanisme berbasis spiritual dalam pemeliharaan keadilan sosial pada setiap aktifitas ekonomi. Latar belakangnya karena ketidakseimbangan distribusi kekayaan adalah hal yang mendasari hampir semua konflik individu maupun sosial. Upaya pencapaian manusia akan kebahagiaan akan sulit dicapai tanpa adanya keyakinan pada prinsip moral dan sekaligus kedisiplinan dalam mengimplementasikan konsep moral tersebut.
Qardhawi menjelaskan bahwa distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting yaitu:
1. Nilai kebebasan
2. Nilai keadilan
1. Nilai Kebebasan
Islam menjadikan nilai kebebasan sebagai faktor utama dalam distribusi kekayaan adalah persoalan tersebut erat kaitannya dengan keimanan kepada Allah dan mentauhidkan-Nya, dan karena keyakinanya kepada manusia.Tauhid mengandung makna bahwa semua yang ada di dunia dan alam semesta adalah berpusat pada Allah. Maka hanya kepada Allah saja setiap hamba melakukan pengabdian, Dia-lah yang menentukan rezki dan kehidupan manusia tanpa seorangpun bisa mengaturnya. Siapa saja yang mengatakan bahwa dia bisa memberikan rezki pada orang lain maka berarti orang tersebut telah sombong dan melanggar otoritas Tuhan.
Sesungguhnya kebebasan yang disyari’atkan oleh Islam dalam bidang ekonomi bukanlan kebebasan mutlak yang terlepas dari setiap ikatan.Tapi ia adalah kebebasan yang terkendali, terikat dengan nilai-nilai “keadilan” yang diwajibkan oleh Allah. Hal itu karena tabiat manusia ada semacam kontradiksi yang telah diciptakan Allah padanya untuk suatu hikmah yang menjadii tuntutan pemakmuran bumi dan keberlangsungan hidup. Di antara tabi’at manusia yang lain adalah bahwa manusia senang mengumpulkan harta sehingga karena saking cintanya kadang-kadang keluar dari batas kewajaran.(QS:102)
2. Nilai Keadilan
Keadilan dalam Islam bukanlah prisnip yang sekunder. Ia adalah cikal bakal dan fondasi yang kokoh yang memasuki semua ajaran dan hukum Islam berupa akidah, syari’ah dan akhlak (moral). Keadilan tidak selalu berarti persamaan. Keadilan adalah keseimbangan antara berbagaii potensi individu baik moral ataupun materil. Ia adalah tawazun antara individu dan komunitas., antara suatu komunitas dengan komunitas lain. Jadi yang benar adalah keadilan yang benar dan ideal adalah yang tidak ada kezaliman terhadap seorang pun di dalamnya. Setiap orang harus diberi kesempatan dan sarana yang sama untuk mengembangkan kemampuan yang memungkinkannya untuk mendapatkakan hak dan melaksanakann kewajibannya termasuk dalam distribusi pendapatan dan kekayaan.
Dalam pemahaman sistim distribusi Islami adapat dikemukakan 3 poin, yaitu:
1. Terjaminnya pemenuhan kebutuhan dasar semua orang
2. Kesederajatan atas pendapatan setiap personal, tetapi tidak dalam pengertian kesamarataan
3. Mengeliminasi ketidaksamarataan yang bersifat ekstrim atas pendapatan dan kekayaan individu

B. Pola Distribusi Kekayaan Dalam Ekonomi Islam

1. Mudharabah
Mudharabah merupakan salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seseorang yang pakar dalam berdagang (yang oleh ulama Hijaz menyebutnya dengan qiradh. Dalam prakteknya mudharabah adalah dimana pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (padagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama. Dari aspek pendistribusian harta kekayaan dapat dilihat dalam skema dimana terjadi bentuk kerja sama antara seorang yang mempunyai surplus unit dengan mitra kerja yang hanya punya skill sekaligus sebagai pihak yangdeficits unit. Dengan terjadinnya kerja sama antara shahibul mal dengan mitranya dengan sendirinya menjalankan pola distribusi yang adil dan berdasarkan hubungan kemitraan.
2. Musyarakah
Syirkah atau perseroan adalah suatu bentuk transaksi antara dua orang atau lebih, yang kedua-duanya sepakat untuk melakiukan kerjasama yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan.
Musyarakah merupakan juga salah satu bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha atau modal dalam bentuk coorporate dengan bagi hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan. Musyarakah berbeda dari mudharabah, dalam mudharabah pemilik modal tidak diberikan peran dalam menjalankan manajemen perusahaan, sedangkan dalam musyrakah juga ada bagi hasil, tapi semua pihak berhak turut serta dalam pengambilan keputusan manajerial.

3. Distribusi Pendapatan melalui Pola Mekanisme Pasar
Penentuan Harga
Allah SWT telah memberikan hak tiap orang untuk membeli dengan harga yang disenangi. Ibnu Majah meriwayatkan dari Abi Sa’id: Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu (sah karena) sama-sama suka”
Dalam konsep ekonomi Islam, penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam konsep Islam pula, pertemuan permintaan dengan penawaran adalah terjadi secara seimbang dengan rela sama rela (an taradhin) atau tidak ada pemaksaan terhadap harga tersebut pada saat transaksi. Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan secara adil.
Larangan Penimbunan dan Spekulasi
Penimbun adalah orang yang mengumpulkan barang-barang dengan menunggu waktu naiknya harga barang-barang tersebut, sehingga dapat di jual dengan harga yang tinggi. Syarat terjadinya penimbunan adalah sampainya pada suatu batas yang menyulitkan warga setempat untuk membeli barang yang tertimbun, semata karena fakta penimbunan tersebut tidak terjadi selain dalam keadaan semacam ini. Orang-orang yang menyembunyikan (menimbun) hartanya yang dikumpulkan sesungguhnya mereka telah menghambat arus industri, serta menghalangi kemajuan dan pembangunan negara. Seharusnya harta mereka digunakan untuk menghasilkan kekayaan lebih banyak keuntungan masyarakat dan kapitalis-kapitalis itu sendiri.
1. Celakaanlah Bagi Setiap Pengumpat Lagi Pencela, 2.Yang Mengumpulkan Harta Dan Menghitung-Hitungnya,
3.Dia Mengira Bahwa Hartanya Itu Dapat Mengekalkannya,
(Makkiyah, Qs. 104:1-3)
Dari ayat tersebut, nampak jelas bahwa suatu peringatan diberikan kepada orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan. Mereka tidak dapat mempertahankan keuntungan di dunia ini dalam jangka waktu yang lama dengan perbuatan-perbuatan seperti itu. Semua bentuk perdagangan komersil yang memungkinkan adanya penghilangan hak pihak-pihak yang terlibat (hoarding/penyembunyian barang meupun pasar gelap), itu semua dilarang.




4. Distribusi Pendapatan melalui Sistem Zakat
Zakat adalah merupakan langkah kedua yang sah yang digunakan negara untuk membagi-bagi harta di antara masyarakat. Langkah ini merupakan suatu pungutan wajib yang dikumpulkan dari orang-orang muslim yang kaya dan diserahkan kepada orang miskin. Tujuan utama zakat adalah membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang yang miskin dan melarat sehingga tidak ada seorangpun yang menderita dalam suatu negara.
Harta zakat dianggap sebagai sebagai salah satu jenis harta yang diletakkan di dalam baitul mal, yang berbeda dari jenis harta lain (pajak umum), baik dari segi pemerolehannya (tidak akan dikumpulkan kecuali dari orang-orang muslim), dari segi batas waktu/kadar dikumpulkan (Syarat Batas Minimum Harta wajib Zakat (nishab)), maupun dari segi pembelanjaannya (Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat). Zakat hanya merupakan salah satu bentuk ibadat dan dianggap sebagai salah satu rukun Islam. Pengumpulan zakat tidak bisa dilaksanakan karena adanya kebutuhan negara serta maslahat jamaah (community), seperti harta-harta lain yang dikumpulkan dari ummat. Namun, zakat merupakan jenis harta khusus yang wajib diberikan kepadabaitul mal, baik ada kebutuhan atau tidak.
Adapun obyek-obyek zakat dan pembelanjaannya, semuanya telah ditentukan dengan batasan yang jelas, sehingga zakat tersebut tidak akan diserahkan kepada selain delapan ashnaf, sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah: 60
Menurut M.A Mannan dalam bukunya Islamic Economic: Theory and Practice, zakat mempunyai enam prinsip, yaitu:
1. Prinsip keyakinan keagamaan (faith, yaitu keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikannya, maka dia merasakan belum sempurna ibadahnya
2. Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan (justice), yaitu pemerataan dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada umat-Nya.
3. Prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, artinya produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil produksi tersebut hanya dapat diambil setelah melewati batas waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.
4. Prinsip nalar (reason), nalar dan kelima kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa bertanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama
5. Prinsip kebebasan (freedom)
6. Prinsip etik (ethic) dan kewajaran etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya.

5. Distribusi Pendapatan melalui Sistem Pewarisan dan wasiat
Hukum waris dan wasiat merupakan suatu aturan yang sangat penting dalam mengurangi ketidakadilan pembagian warisan dalam masyarakat. Tokoh-tokoh ekonomi, seperti Keynes, Taussig dan Irvings Fisher menyetujui bahwa pembagian warisan yang tidak merata merupakan penyebab utama dari ketidakadilan dalam masyarakat Menurut Taussig, warisan mempunyai dampak-dampak yang sangat besar dalam masyarakat. Hal tersebut senantiasa memperbesar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.
Hukum waris bagi muslim merupakan alat penimbang yang sangat kuat dan efektif dalam rangka mencegah pengumpulan kekayaan di kalangan tertentu dan pengembangannya dalam kelompok-kelompok yang besar dalam masyarakat. Oleh karena itu, hukum waris mempunyai pengaruh yang cukup baik dalam pengembangan sirkulasi harta di kalangan masyarakat Hukum waris merupakan suatu aturan yang sangat penting dalam mengurangi ketidakadilan pembagian warisan dalam masyarakat. Tokoh-tokoh ekonomi, seperti Keynes, Taussig dan Irvings Fisher menyetujui bahwa pembagian warisan yang tidak merata merupakan penyebab utama dari ketidakadilan dalam masyarakat Menurut Taussig, warisan mempunyai dampak-dampak yang sangat besar dalam masyarakat. Hal tersebut senantiasa memperbesar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin


C. Peran Negara dalam Distribusi Pendapatan
Islam mengakui adanya kepemilikan individu dan setiap orang bebas mengoptimalkan kreativitasnya serta memberi otoritas kepada pemiliknya sesuai dengan batasan yang ditetapkan Allah. Namun kebebasan yang diberikan itu terkadang disalahgunakan oleh sebagian orang misalnya dalam bentuk: pengambilan riba, perilaku monopoli, dan aktivitas yang sejenisnya. Jika aktivitas ini terjadi maka pemimpin negara diperbolehkan melakukan intervensi seperlunya untuk menghentikan perilaku yang mengancam hak dan kesejahteraan masyarakat. Menurut An-Nabahani dikatakan bahwa tugas pemerintah dalam perekonomian adalah: mengawasi faktor utama penggerak ekonomi, menghentikan mu’amalah yang diharamkan,dan mematok harga jika diperlukan.
Pemerintah harus mengawasi gerak perekonomian seperti dalam aktivitas produksi dan distribusi barang, praktek yang tidak benar seperti: penimbunan terhadap bahan pokok yag sangat diperlukan masyarakat, monopoli dan tindakan mempermainkan harga untuk menjaga kemaslahatan bersama. Pematokan harga pada mulanya diharamkan, karena kondisi penjual saat itu pada posisi lemah yang berbeda dengan keadaan saat ini. Di mana seorang penjual dapat berbuat apa saja. Oleh karena itu peran pemerintah untuk mematok harga suatu komoditas tertentu diperbolehkan atau bahkan menjadi wajib. Sebab untuk menciptakan keadilan dan kemaslahatan bersama. Negara bertugas untuk menetapkan aturan atau undang-undan berdasarkan nilai dan moral ke dalam praktek nyata serta mendirikan insititusi (lembaga) untuk menjaga serta memantau pelaksanaan kewajiban masyarakat dan menghukum orang yang melanggar dan melalaikan kewajibannya. Pemerintah harus dapat mengahapuskan kemiskinan minimal mengurangi jumlah penduduk yang miskin.
Demikian pula negara harus dapat meningkatkan aktivitas bisnis dan mencegah terjadinya eksploitasi terhadap pihak tertentu dalam masyarakat. Menurut Mannan (1993) kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan distribusi pendapatan adalah kebijakan fiskal dan anggaran belanja. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan pada distribusi kekayaan yang berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama.
Kebijakan fiskal dianggap sebagai alat untuk mencapai pemerataan kekayaan negara yang mekanismenya harus berdasarkan nilai dan prinsip hukum dalam al-Qur’an. Kegiatan yang menambah penghasilan negara harus digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu berdasarkan hukum Allah yang melarang penumpukkan kekayaan di antara segolongan kecil masyarakat. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendukung fungsi alokasi, distribusi dan stabilitas dalam suatu negara.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan!

Dalam sistem ekonomi Islam terdapat beberapa instrumen yang sangat beragam dalam upaya optimalisasi proses distribusi-redistribusi pendapatan dalam konteks negara, di antaranya, melalui pola kemitraan usaha, pola hubungan perburuhan, pola mekanisme pasar, sistem zakat, dan sistem pewarisan.
Standar atau indikator kebutuhan dan batasan yang mendasari sistem distribusi pendapatan Islam adalah maqasid al-syari’ah (kebutuhan dan batasan dalam mengakomodir kebutuhan paling dasar bagi setiap muslim, yaitu; aspek agama, akal, diri/personal, keturunan, dan harta). Maqashid al-syari’ah sebagai ultimated goal dari syari’ah itu sendiri harus dijadikan sebagai paradigma dan kerangka acuan dalam setiap tindakan dan aktivitas peronomian, khususnya dalam distribusi pendapatan.
Dalam sistem ekonomi Islam pendistribusian selalu berorientasi dan mempromosikan nilai-nilai keadilan sosil dan moral dimana hak individu dan hak publik diakui secara proporsional, tanpa ada penegasian masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam. Jilid II, (Terjemahan: Soeroyo dan Nastangin), Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.
M. Faruk An-Nabahani, Sistem Ekonomi Islam; Pilihan setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis, terjemahan: Muhadi Zainuddin, Yogyakarta: UII Press, 2000.
Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, (Terjemahan), Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1993.

No comments:

Post a Comment