Link Collider - Best SEO Booster

Tuesday, May 27, 2014

PEMIKIRAN EKONOMI DALAM ISLAM

Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak Nabi Muhammad saw diutus sebagai seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muaMaalah). Permasalahan ini menjadi salah satu pusat perhatian utama Rasulullah saw, karena merupakan pilar penyangga keimanan yang penting. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah saw bersabda, “Kemiskinan membawa orang kepada kekafiran”.
Sudah pasti, upaya mengentas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw. Lebih aktual lagi, bahwa Muhammad Rasulullah sangat memperhatikan perihal ekonomi umat Islam adalah ketika Islam telah memiliki sebuah wilayah, yakni Madinah. Masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam, di masa Rasulullah telah difungsikan selain sebagai pusat ibadah (ritual) juga sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan dan pusat perekonomian. Di masa ini Rasulullah menjadikan masjid sebagai pusat penerimaan dan pendistirbusian zakat serta keuangan lainnya. Periode kerasulan, Nabi Muhammad diberi amanat yang sangat besar tidak hanya mengembangkan dakwah Islam, tetapi juga membina dan membangun budaya dan peradaban umat. Beliau dalam melaksanakan tugasnya tidak mendapatkan upah atau gaji sedikitpun dari negara, kecuali hadiah kecil yang umumnya berupa bahan makanan. 
Salah satu pemimpin kaum (Hazrat Anat) menawarkan miliknya kepada Rasulullah saw yang kemudian diberikan kepada Ummul Yaman, seorang Ibu pengasuh.Rasullah saw mendirikan majelis Syura, majelis ini terdiri dari pemimpin kaum yang sebagian dari mereka bertanggung-jawab mencatat wahyu. Pada tahun ke-6 hijrah, sekretaris dengan bentuk yang sederhana telah dibangun. Utusan negara telah dikirim ke berbagai raja dan pemimpin-pemimpin. Orang-orang ini mengerjakan tugasnya dengan sukarela dan membiayai hidupnya dari sumber independen, sedangkan pekerjaan sangat sederhana tidak memerlukan perhatian penuh. Pada masa Rasulullah saw tidak ada tentara forMaal, semuanya muslim yang mampu boleh menjadi tentara. Mereka tidak mendapat gaji tetap, tetapi mereka diperboleh mendapatkan bagian dari rampasan perang. Rampasan perang meliputi senjata, kuda, unta dan barang-barang bergerak lain yang didapatkan dalam perang. Situasi berubah setelah turunya surat al- Anfal (8) ayat 41: “Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untukAllah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu Sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan, Dan Allah Kuasa atas segala sesuatu.” 
Selain pertempuran-pertempuran kecil, perang pertama antara orangorang Mekkah dan muslim terjadi di Badar. Perang ini orang Mekkah menceritakan kekalahan dan banyak yang ditawan oleh orang muslim. Rasulullah saw menetapkan besar uang tebusannya rata-rata 4.000 dirham untuk tiap tawanan. Tawanan yang miskin dan tidak dapat memberikan jumlah tersebut diminta untuk mengajar membaca sepuluh orang anak muslim. Melalui tebusan tersebut kaum muslim menerima uang.  Rasulullah saw juga mengadopsi praktik yang lebih manusiawi terhadap tanah pertanian yang ditaklukan sebagai fai’ atau tanah dengan pemilik umum. Tanah-tanah ini dibiarkan dimiliki oleh pemilik dan menanam asal, sangat berbeda dari praktik kekaisaran Romawi dan Persia yang memisah-misahkan tanah-tanah ini dari pemiliknya dan membagikannya buat para elite militernya dan para prajuritnya. Semua tanah yang dihadiahkan kepada Rasulullah saw (iqta’) relatif lebih kecil jumlahnya dan terdiri dari tanah-tanah yang tidak bertuan. Kebijakan ini tidak hanya membantu mempertahankan kesinambungan kehidupan administrasi dan ekonomi tanah-tanah yang dikuasai, melaikan juga mendorong keadilan antara generasi dan mewujudkan sikap egaliter dalam Islam. 
Dalam bidang ekonomi, bangsa Arab telah mencapai perkembangan yang pesat. Mekah bukan saja merupakan pusat perdagangan lokal melainkan sudah menjadi jalur perdagangan dunia yang sangat penting saat itu, yang menghubungkan antara Utara (Syam), Selatan (Yaman), Timur (Persia) dan Barat (Mesir dan Abbessinia). Keberhasilan Mekkah menjadi pusat perdagangan internasional ini karena kejelian Hasyim7, tokoh penting suku Quraisy yang merupakan kakek buyut Muhammad saw, dalam mengisi kekosongan peranan suku bangsa lain di dalam bidang perdagangan di Mekkah sekitar abad keenam Masehi. Peredaran dagang mereka sempat dikisahkan Al-Qur’an: “Tuhan telah membinasakan kaum Quraisy dalam perjalanan di musim dingin dan musim panas. Karena itu hendaklah mereka menyembah Tuhan Kakbah ini, yang telah memberikan mereka makan di waktu kelaparan dan mengamankan mereka dari ketakutan.”
Dan, tepat pada tahun kedua setelah hijrah shadaqoh fitrah diwajibkan shadaqoh yang juga dikenal dengan zakat fitrah ini diwajibkan setiap bulan Ramadhan. Besarnya satu sha kurma, gandum (berley), tepung keju atau kismis, atau setengah sha gandum untuk tiap muslim, budak atau orang bebas, laki-laki atau perempuan, muda atau tua dan dibayar sebelum shalat id fitri. Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 hijrah, sementara shadaqah fitrah pada tahun ke-2 hijrah. Akan tetapi ahli hadits memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 Hijrah ketika Maulana Abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun lima tahun setelahnya.
Sebelum diwajibkan zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khsusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun ke-9 Hijrah ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi sistem pengumpulan zakat, barang-barang yang dikenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda. Para pengumpul zakat bukanlah pekerjaan yang memerlukan waktu dan para pegawainya tidak diberikan gaji resmi, tetapi mereka mendapatkan bayaran dari zakat. 


Sampai tahun ke-4 hijrah, pendapatan dan sumber daya negara masih sangat kecil. Kekayaan pertama datang dari Banu Nadir, suatu suku yang tinggal di pinggiran Madinah. Kelompok ini masuk dalam fakta Madinah tetapi melanggar perjanjian, bahkan berusaha membunuh Rasulullah saw. Nabi meminta mereka meninggalkan kota, tetapi mereka menolaknya, Nabi pun mengerahkan tentara dan mengepung mereka. Akhirnya, mereka menyerah dan setuju meninggalkan kota dengan membawa barang-barang sebanyak daya angkut dengan unta, kecuali baju baja.
Semua milik Banu Nadir yang ditinggalkan menjadi milik Rasulullah saw menurut ketentuan al- Qur’an, karena mereka mendapatklan tanpa berperang. Rasulullah saw membagikan tanah ini sebagian besar kepada Muhajirin dan orang Anshar yang miskin. Bagian Rasulullah saw digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Seorang Muhajirin dari banu Nadir yang telah masuk Islam memberikan tujuh kebunnya, kemudian oleh Rasulullah saw dijadikan tanah shadaqah. Tujuh kebun penduduk Banu Nadir tersebut adalah wakaf Islam yang pertama. Khaibar dikuasai pada tahun ke-7 hijrah. Penduduknya menetang dan memerangi kaum Muslim. Setelah pertempuran selama sebulan mereka menyerah dengan syarat dan berjanji meninggalkan tanahnya. Syarat yang diajukan diteriima. Mereka mengatakan kepada Rasulullah saw, “Kami
memiliki pengalaman khsusus dalam bertani dan berkebun kurma” dan meminta izin untuk tetap tinggal di sana. Rasulullah saw mengabulkan permintaan mereka dan memberikan mereka  setengah bagian hasil panen dari tanah mereka. Abdullah ibnu Rawabah biasanya datang tiap tahun untuk memperkirakan hasil produksi dan membagikannya menjadi dua bagian yang
sama banyak. Hal ini terus berlangsung selama masa kepemimpinan Rasulullah saw dan Abu Bakar. Rasulullah saw membagi Khaibar menjadi 36 bagian dan tiap bagian dibagi lagi menjadi 100 area. Setengah bagian Rasulullah saw digunakan untuk keperluan delegasi, tamu dan sebagainya. Dan setengah bagian lagi diberikan untuk 1.400 tentara dan 400 penunggang kuda (1.400 + 400 = 1.800 bagian).13 Demikian juga Rasulullah saw juga menirima satu bagian biasa yang diberikan secara berkala kepada istri-istrinya sebanyak 80 unta penuh dengan kurma dan 80 unta penuh dengan gandum. Pada masa Rasulullah saw besarnya jizyah satu dinar pertahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit dan semua yang menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini. Diantara ahli kitab yang harus memberi pajak, sejauh yang diketahui, adalah orang Najran yang beragama  Kristen (tahun keenam setelah Hijrah), Orang-orang Ailah, Adhruh dan Adhriat membayarnya pada perang Tabuk. Pembayaran tidak harus merupakan uang tunai, tetapi dapat juga berupa barang atau jasa, seperti yang disebutkan Baladhuri dalam kitab Futuh al-Buldan ketika menjelaskan pernyataan lengkap perjanjian Rasulullah saw dengan orang-orang Najran yang jelas dikatakan: “…setelah dinilai, dua ribu pakaian/garmen masingmasing bernilai satu aukiyah, seribu garmen dikirim pada bulan Rajab tiap tahun, seribu lagi pada Safar tiap tahun. Tiap garmen bernilai satu aukiyah, jadi bila ada yang bernilai lebih atau kurang dari satu aukiyah, kelebihan atau kekuarangannya itu harus diperhitungkan. Nilai dari kurma, dan barang yang digunakan untuk subtitusi garmen harus diperhitungkan”. Pada masa perang di masa Rasulullah saw bukan merupakan alasan bagi umat Islam untuk meningkatkan pendapatnya. Dan perang dimasa Rasulullah saw tersebut diperkirakan kurang lebih antara 74 sampai 90 kali dengan harta rampasan perang 6.157.016 dirham.

Nilai harta rampasan pada dekade awal kalender Hijrah (622-632 M) tidak lebih dari 6 juta dirham. Bila diperkirakan dengan biaya hidup di Madinah untuk rata-rata keluarga yang terdiri atas enam orang sebesar 3.000 dirham per-tahun, jumlah harta itu hanya dapat menunjang sejumlah kecil dari populasi muslim dan juga akibat perang tersebut, diperkirakan biaya untuk perang lebih dari 60 juta dirham; sepuluh kali lebih besar dari harta rampasan. Kontribusi harta rampasan perang terhadap pendapatan kaum Muslim selama 10 tahun kepemimpinan Rasulullah saw tidak lebih dari 2 persen.
Dalam perjalanan roda pemerintahannya, Rasulullah saw, mendapat 2 sumber pendapatan secara umum, yaitu:
1) Sumber pendapatan primer; dan
2) Sumber pendapatan Sekunder.


Sumber Pendapatan Primer merupakan pendapatan utama bagi negara di masa Rasulullah saw adalah zakat dan ushr. Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar Islam. Pengeluaran untuk keduanya sudah diuraikan secara jelas dan eksplisit di dalam al-Qur’an surat at-Taubah (9) ayat 60. Dan pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum negara. Lebih jauh lagi zakat secara fundamental adalah pajak lokal. Menurut Bukhari, Rasulullah saw berkata kepada Muadz, ketika ia mengirimnya ke Yaman sebagai pengumpul dan pemberi zakat: “…Katakalah kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk membayar zakat yang akan diambil dari orang kaya diantara mereka dan memberikannya kepada orang miskin diantara mereka.” Demikianlah pemerintah pusat berhak menerima keuntungan hanya bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan lagi kepada orang-orang yang berhak, dan ditambah kekayaan yang dikumpulkan di Madinah, ibu kota negara. Dan, pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
1) Benda logam yang terbuiat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya;
2) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya;
3) Binatang ternak unta, sapi, domba, kambing;
4) Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak danhewan;
5) Hasil pertanian termasuk buah-buahan;
6) Luqta, harta benda yang ditingalkan musuh; dan
7) Barang temuan.
Zakat emas dan perak ditentukan berdasrkan beratnya. Binatang ternak yang digembalakan bebas ditentukan berdasarkan jumlahnya. Barang dagangan bahan tambang dan luqta ditentukan beradasrkan nilai jualnya dan hasil pertanian dan buah-buahan ditentukan berdasarkan kuantitasnya. Zakat atas hasil pertanian dan buah-buahan inilah yang dinamakan ushr. Sumber-sumber pendapatan sekunder yang menjadi sumber pendapatan negara:

1) Uang tebusan untuk para tawanan perang, hanya dalam kasus perang Badar pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang;
2) Pinjaman-pinjaman setelah menaklukan kota Mekkah untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslim dari Judhayma atau sebelum pertempuran Hawazin 30.000 dirham (20.000 dirham menuerut Bukhari) dari Abdullah bin Rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah;
3) Khumus atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam;
4) Amwal Fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggalkan tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya;
5) Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Allah dan pendapatannya akan didepositkan di Baitul Maal;
6) Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk;
7) Zakat fitrah, zakat yang ditarik di masa bulan Ramadhan dan dibagi sebelum sholad Idhul Fitri; dan
8) shadaqah, seperti kurban dan kaffarat. Kaffarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan, seperti berburu pada musim haji.[fi1] 







No comments:

Post a Comment