Link Collider - Best SEO Booster

Wednesday, March 21, 2012

makalah pemikiran ekonomi islam masa khulafaur rasyidin


BAB I
PENDAHULUAN
I.                   Pendahuluan

Islam sebagai suatu agama yang di dasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah. Islam juga memberikan tuntunan pada seluruh aspek kehidupan. Islam mengartikan agama juga tidak saja berkaitan dengan spiritualitas maupun ritualitas, namun Islam merupakan serangkaian keyakinan, ketentuan, dan aturan serta tuntunan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia. Dan lebih dari itu, Islam mengartikan agama sebagai sarana kehidupan yang melekat pada setiap aktivitas kehidupan, baik ketika manusia berhubungan dengan tuhan maupun berinteraksi dengan sesama manusia.Islam memandang keseluruhan aktivitas manusia di bumi ini sebagai sunnatullah, termasuk didalamnya aktivitas ekonomi, Ia menempatkan kegiatan ekonomi sebagai salahsatu aspek penting untuk mendapatkan kemuliaan, dan kerenanya kegiatan ekonomi, seperti kegiatan lainnya perlu dikontrol dan dituntun agar sejalan dengan tujuan syari’at.
Islam memberikan tuntunan bagaimana seharusnya beribadah kepada Tuhan serta bagaimana juga berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat (mua’amalah) baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bernegara, berekonomi, dan sebagainya. Sebagai agama universal, Islam memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan manusia, maka termasuk bagaimana manusia mempertahankan hidupnya, Islam juga telah memberikan tuntunan berekononomi secara Islami.[1]
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun akan menyampaikan sejarah pemikiran ekonomi Islam khususnya pada masa Khulafa al-Rasyidin.




BAB II
PEMBAHASAN

I.                   Pemikiran Ekonomi Islam pada Masa Khulafa al-Rasyidin

A. Abu Bakar al-Shiddiq (51 SH-13 H/537-634 M)
Nama lengkapnya adalah Abdullah Ibn Abu Quhafah al-Tamimi, khalifah pertama dari Khulafa al-Rasyidin, sahabat terdekat Nabi saw, dan salah seoarang yang pertama masuk Islam (al-sabiqun al-awwalun).[2]
Pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung selama dua tahun, Abu Bakar lebih banyak terkonsentrasi pada persoalan dalam negeri, dimana saat itu harus berhadapan dengan kelompok murtad, pembangkang zakat, dan nabi palsu. Yang berakhir dengan keputusan untuk berperang yang kemudian dikenal dengan perang riddah, perang melawan kemurtadan.[3]
Kemudian setelah menyelasaikan persoalan tersebut, Abu Bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi danPersia. Dalam masalah perekonomian Abu Bakar tidak banyak melakukan perubahan, Iameneruskan sistem perekonomian yang telah di bangun Nabi seperti membangun kembali Bait al-Mal, melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan serta mengambilalih tanah orang murtad untuk dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam.[4]
Selanjutnya dalam mendistribusikan harta Bait al-Mal, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan yakni, memberikan jumlah yang sama kepada  semua sahabat dan tidak membeda-bedakan antara sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita.
Sehingga harta Bait al-Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung di distribusikannya, Abu Bakar juga mempelopori adanya sistem penggajian bagi aparat negara.[5]

B. Umar Ibn Khattab (40 SH-23 H/584-644 M)
Umar Ibn Khattab merupakan khalifah Islam kedua, Ia menyebut dirinya sebagai Khalifah Khalifati Rasulullah pengganti dan pengganti Rasulullah, kemudian Ia juga yang memperkenalkan istilah Amir al-Mukminin komandan orang-orang beriman.
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun Ia banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi jazirah Arab, sebagian wilayah kekuasaan romawi seperti Syiria, Palestina, dan Mesir, serta seluruh wilayah kerajaan Persia. Atas prestasi inilah orang barat menjulukinya sebagai the Saint Paul of Islam.[6]
Dalam masalah perekonomian Umar Ibn Khattab di pandang banyak melakukan inovasi, hal ini bisa di lihat dari beberapa pemikiran dan gagasannya yang mampu mengangangkat citra Islam pada masanya. Dengan semakin luasnya daerah kekuasaan, Umar mulai memberlakukan administrasi negara juga membentuk jawatan kepolisian serta tenaga kerja.
Dalam bidang pertanian Umar mengambil langkah-langkah penting misalnya, Ia menghadiahkan tanah pertanian kepada masyarakat dengan syarat mampu menggarapnya, membuat saluran irigasi, serta mendirikan lembaga yang khusus untuk mendukung programnya tersebut.
Sedangkan dalam bidang perdagangan Umar juga menyempurnakan hukum perdagangan yang mengatur tentang pajak, dan mendirikan pasar-pasar yang bertujuan untuk mengerakkan roda perekonomian rakyat.
Selain hal tersebut, Umar juga menjadikan Bait al-Mal yang memang sudah ada sejak pemerintahan sebelumnya menjadi reguler dan permanent, kemudian di bangun  cabang-cabang di ibu kota provinsi. Berbeda dengan Abu Bakar, Umar dalam mendistribusikan harta Bait al Mal  menerapkan prinsip keutamaan. Selain itu Umar juga mendirikan Dewan yakni sebuah kantor yang bertugas memberikan tunjangan bagi angkatan perang yang perang, pensiunan, serta tunjangan lain. Disamping itu Umar juga mendirikanlembaga survey yang dikenal dengan  Nassab yang bertugas melakukan sensus terhadap penduduk Madinah.[7]
Selain itu, Umar juga memperkenalkan system jaga malam dan patroli serta mendirikan dan mensubsidi sekolah dan masjid.
C. Ustman Ibn Affan (47 SH- 35 H/577-656 M)
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Usman Ibn Affan berhasil memperluas kekuasan Islam sampai ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, serta Tabaristan. Selain itu juga Ia berhasil menumpas pemberontakan yang terjadi di daerah Khurasan dan Iskandariah.[8]
Pada enam tahun awal kekuasaanya, Ustman lebih terkonsentrasi melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan khalifah sebelumnya. Hal ini paling tidak di dasari atas semakin luasnya kekuasaan Islam, dengan kata lain bahwa sumber pemasukan negara dari berbagai unsur seperti zakat, jizyah dan ghonimah semakin besar.
Dalam mengenbangkan SDA, Ustman melakukan pembuatan saluran air, pembanguna jalan, serta pembentukan organisasi kepolisian secara permanent guna mengamankan jalur perdagangan. Selain itu, Ustman juga memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan dimasjid untuk fakir miskin dan musafir. Selama pemerintahannya Ustman jugamelakukan perubahan administrasi tingkat atas dan mengganti beberapa gubernur, dalam pengelolaan tanah negara Ustman menerapkan kebijakan membagi-bagikannya kepada.[9]
Ustman menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya yang dilakukan Umar. Memasuki enam tahun kedua pemerintahannya, tidak terdapat perubahan mendasar dalam bidang perekonomian, hal ini lebih disebabkan karena mulai banyak kekecewaan kaum muslimin yang ditimbulkan oleh kebijakan Ustman sendiri yang di anggap banyak menguntungkan keluarga khalifah.[10]




D. Ali Ibn Abi Thalib (23 SH-40 H/600-661 M)
Khalifah keempat ini mewarisi kendali pemerintahan dengan wilayah yang sangat luas, namun demikian hal tersebut tidak berarti bahwa Ia dengan mudahnya menjalankan roda pemerintahan, sebab Ali juga mewarisi persoalan politik yang sangat berpotensimenciptakan konflik dari pemerintahan sebelumnya. Khalifah yang terkenal sangat sederhana ini, tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan system perekonomian, hal ini disebabkan banyaknya konflik yang terjadi pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama enam tahun
Terbunuhnya Khalifah Ustman menjadi isu sentral merebaknya konflik-konflik tersebut. Namun demikian patut dicatat bahwa dalam mengelola perekonomian Ia sangat berhati-hati terlebih dalam membelanjakan keuangan negara.
Bahkan diriwayatkan juga Alimenarik diri dari daftar penerima gaji dan bahkan menyumbang sebesar 5000 Dirhamsetiap tahunnya. Dalam masalah perekonomian satu hal yang sangat monumental dari pemerintahan Ali adalah pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam.[11]
Selain itu Ali juga membentuk kepolisian secara resmi yang disebut  syurthah, sedangkan dalam mendistribusikan harta Bait al-Mal  Ali mengeluarkannya semua tanpaada cadangan dengan prinsip pemerataan distribusi uang rakyat.[12]






BAB III
PENUTUP

Sejarah pemikiran ekonomi Islam berawal sejak al-Qur’an dan Hadits ada, yaitu pada masa kehidupan Nabi Muhammad saw pada abad 1920 Masehi. Pemikiran-pemikiran ekonomi Islam pada masa berikutnya pada dasarnya berusaha untuk mengembangkan konsep-konsep Islam sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Tentu, dengan tetap bersandar pada al-Qur’an dan Hadits.
Demikianlah makalah sederhana ini penyusun sampaikan, jujur di tengah kekosongan teori tentang ekonomi Islam penyusun tetap berusaha menyajikannya supayatetap layak disebut sebagai karya ilmiah. Namun demikian penyusun tetap saja berharap pada masukan konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini.




















[1] . Pegiat pada
Centre for Islamic Law and Political Studies [CILAPS]
, Post Graduate IAIN ar-Raniry Banda Aceh NAD

[2] . Azyumardi Azra, dkk.
 Ensiklopedi Islam,
(Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta : tt), jilid. I. hal. 53

[3] . Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam
, (Raja Grafindo Persada, Jakarta : 1994), hal. 36

[4] . Adimarwan Azwar Karim,
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
(Rajawali Press, Jakarta : 2006),hal.54-55

[5] . Ibid. Afzalurrahman,
 Doktrin Ekonomi Islam…………,
hal. 324

[6] Ibid. Azyumardi Azra, dkk.
 Ensiklopedi Islam

[7] Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta,
Ekonomi Islam…,

[8] . Ahmad Sya’labi,
Sejarah dan kebudayaan Islam,
(Pustaka Al-Husna, Jakarta : 1994), hal. 270

[9] . Ibid. Adimarwan Azwar Karim,
Sejarah Pemikiran……….,
hal. 80-81

[10] . Ibid. Adimarwan Azwar Karim,
Sejarah Pemikiran……….,
hal. 80

[11] . Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta,
Ekonomi Islam…,
hal. 104

[12] Lebih jelasnya lihat dalam Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam…….,

2 comments:

  1. I would like to thank you for the efforts you have made in writing this article
    nice post, that's very interesting information thanks for sharing :)
    I introduce a Economics student in Islamic University of Indonesia Yogyakarta

    twitter : @profiluii

    ReplyDelete